Monday, 10 January 2011

Balada Abdi Negara (Bagian Pertama)

Menjadi abdi negara alias PNS saat ini menjadi lapangan pekerjaan yang paling menjanjikan di tengah krisis moneter yang belum sepenuhnya berakhir. Berbagai cara dilakukan mulai dari yang halal hingga haram untuk menjadi seorang PNS. Ada yang benar-benar belajar hingga lulus tes, ada pula yang menyiapkan hingga puluhan juta rupiah untuk lolos jadi PNS. Mereka yang berhasil, apalagi yang benar-benar murni, tentunya merupakan anugerah tersendiri yang tiada taranya seperti lolos dari lubang jarum. Sementara mereka yang menggunakan memo dan rupiah langkah pertama yang harus dipikirkan adalah bagaimana mengembalikan modal yang sudah dikeluarkan dulu.

* * * *

"Kamu bisa masuk sini bayar berapa?" tanya Andi pada Rangga, sesama teman satu angkatan tes CPNS.

"Cuma dua ribu rupiah", jawab Rangga santai.

"Ah masa? Aku aja sampai sepuluh juta buat masuk. Itu juga pake memo Pak Sekda", Andi mulai buka rahasia.

"Bener koq. Cuma dua rupiah buat ngirim lamaran pake Kilat Khusus. Sudah itu selipkan perangko dua ribu rupiah untuk surat pemberitahuan lulus tidaknya tes tertulis. Kalo lulus langsung dipanggil wawancara, dan jangan lupa perangko dua ribu rupiah lagi buat pengiriman surat pemberitahuan. Jadi total tiga kali dua ribu saja", dengan bangganya Rangga bercerita.

"Yang bener ah. Apalagi ditaruh disini. Untuk masuk sini aja harus nambah lagi lima juta. Heeehhh", keluh Andi. Kebetulan pamannya memang Sekda di tempat itu, jadi langkahnya lebih mulus untuk ditempatkan di situ.

"Jangan-jangan kamu ponakannya Gubernur ya?" Andi masih penasaran.

"Gak juga. Keluargaku semua kerja di swasta, bahkan ada yang berwiraswasta. Sekarang emang kondisi lagi carut marut, makanya aku disuruh tes PNS", Rangga mempertegas jawabannya.

"Jadi, kamu benar-benar ikut tes? Saya juga ikut tes koq, gak pake jalur belakang. Tapi tetap saja dimintai uang oleh oknum panitia", Andi masih tetap penasaran.

"Kamu aja gak PD. Aku juga sempat ditawari koq, tapi tak jawab aja, mau diterima syukur, gak diterima ya gak pa pa. Yang rugi juga negara koq, mengabaikan orang pandai yang mau mengabdi. Mereka juga mikirlah, kalo semua yang masuk bayar, apa kata dunia?" dengan entengnya Rangga menangkis serangan Andi.

* * * *

Banyak orang tak percaya ketika Rangga lulus tes CPNS dengan hanya mengeluarkan tiga kali dua ribu rupiah saja, apalagi ditempatkan di sebuah Pemerintah Kota yang letaknya strategis, bukan di pedalaman. Demikian kuat pola perekrutan berbasis koncoisme dan uang, sehingga sulit dipercaya seseorang bisa menembus logika itu, apalagi tak ada teman atau pejabat satupun yang merekomendasikannya. Tapi itulah dunia, selalu ada saja keajaiban di tengah sesuatu hal yang sudah menjadi kebiasaan. Tidak semua hal buruk sepenuhnya, demikian pula tidak semua baik seluruhnya.

Banyak alasan mengapa orang berebut mengabdi kepada negara ini. Namun alasan sebenarnya bukan untuk mengabdi negara, tapi lebih kepada kenyamanan bekerja dan peluang untuk memeroleh penghasilan lebih, entah dengan korupsi uang atau waktu. Selama aturan pemecatan masih longgar, maka peluang itu tetap terbuka. Apalagi masih dapat pensiun setelah tua nanti, sehingga sampai matipun kehidupan abdi negara masih dijamin oleh negara.

Tidak semua penerimaan CPNS menggunakan uang besar, tapi cukup dengan biaya pengganti ongkos kirim surat menyurat saja. Apalagi jaman internet sekarang ini, cukup buat beli pulsa internet atau mampir ke warnet untuk mendaftar dan mencek nama kita. Selama kita mampu mengikuti tes, jangan patah arang dulu, masih ada peluang untuk lolos tanpa harus mengeluarkan uang banyak atau mengandalkan memo pejabat.

NB. Saat itu ongkos Kilat Khusus cuma dua ribu rupiah

Disalin dari tulisan Marshall Rommel di situs Politikana, Rabu 5 Januari 2011