Hari-hari pertama dijalani dengan saling berkenalan dan cari tahu lebih dalam isi dari instansi ini. Selidik punya selidik, ternyata Kepala Dinasnya berasal dari Sospol, sementara Kabidnya orang Administrasi Negara. Kepala Seksinya masih lumayan, lulusan Sekolah Pemerintahan tapi Jurusan Perencanaan, jadi agak nyambung sedikit kalau diajak ngobrol. Rangga cuma bisa geleng-geleng kepala, bagaimana bisa suatu urusan teknis ditangani orang-orang non teknis. Lebih parah lagi Bidang sebelah yang mengurusi IMB, ternyata Kabidnya dari Sekolah Tinggi Agama alias calon ustadz. Untung stafnya muda-muda dan ada orang teknisnya, jadi sang Kabid cuma tinggal teken doang.
* * * *
"Pantas saja tata ruang kota ini begitu semrawut, lha wong pengambil kebijakannya saja gak punya ilmu tata ruang", gumam Rangga.
"Jangan ngomong begitu. Di sini yang penting pengalaman. Pak Kabid walaupun bukan orang tata ruang, tapi sudah 10 tahun bekerja di bidang tata ruang. Pak Kadis juga begitu, beliau dengan Pak Kabid setali tiga uang. Lagipula, Pak Kadis itu kan kesayangan Walikota. Setiap pekerjaan penting selalu dilimpahkan ke beliau, walaupun ada instansi lain yang seharusnya menangani. Pak Kadis dengan Pak Kabid juga satu angkatan, bedanya dulu Pak Kadis dari S1, kalau Pak Kabid dari D3 Sipil, terus melanjutkan ke Administrasi Negara yang kuliahnya di kantor, biar bisa sambil kerja", Pak Rahmat mencoba menjelaskan gumaman Rangga.
"Yang namanya Pegawai Negeri itu harus bisa ditempatkan dimana saja, kapan saja. Dimana saja bukan hanya wilayah, tapi juga bidang tugas. Semua pegawai pasti akan mengalami perputaran, dari teknik ke non teknik, dari sosial ke teknik, dan seterusnya, biar punya pengalaman. Lagipula kalau setingkat Kabid atau Kadis kan lebih banyak bicara kebijakan, bukan soal teknis, jadi nanti yang memberi masukan soal teknis ya kamu-kamu ini", lanjut Pak Rahmat.
"Ooo, begitu to Pak. Jadi saya juga bisa ditempatkan di Kecamatan atau Kelurahan dong Pak?" tanya Rangga penasaran.
"Bisa saja. Itu Pak Wardi yang saya gantikan, sekarang jadi Kasi Ekbang di Kecamatan, padahal beliau itu kan dari Jurusan Tata Ruang. Namanya Pegawai Negeri, apalagi di Pemda, harus menguasai semuanya, meski gak harus detil. Pendeknya harus serba bisalah. Kamu kan bisa komputer, siapa tahu malah disuruh bikin web site Pemda", tukas Pak Rahmat.
"Hmmm, berarti saya juga harus belajar segala macam ya Pak. Okelah, terima kasih Pak atas infonya yang berharga ini. Jarang-jarang lho ada yang seperti Bapak, mau ngebocorin rahasia begini", Rangga senang sekali diberi penjelasan oleh Pak Rahmat.
"Bukan rahasia sih sebenarnya, tapi yang lain kan polanya learning by doing, belajar sambil bekerja. Kamu beruntung, masih ada yang mau bocorin hal beginian", Pak Rahmat tersenyum lebar sambil mengepulkan asap rokoknya.
* * * *
Wajarlah kalau bangsa ini susah maju. Pepatah Jawa mengatakan: Sing Kuoso ra Biso, Sing Biso ra Kuoso. Latar belakang pendidikan hanyalah salah satu bekal, namun yang lebih penting adalah wawasan dan kepekaan dalam menghadapi suatu persoalan. Tanpa itu, solusi yang ada hanyalah berdasarkan hukum positif semata, tanpa nurani.
Disalin dari tulisan Marshall Rommel 10 Januari 2011