Saturday, 7 July 2012

Hunian Pertama

Setelah sesaat menikmati masa masa awal yang indah paska pernikahan, saatnya kami menghadapi kehidupan yang nyata. Kehidupan rumah tangga dalam pelukan kehangatan tinggal dalam sebuah keluarga. Karena kami sama-sama bekerja di ibukota negara Indonesia alias Daerah Khusus Ibukota Jakarta tentu saja kami memutuskan untuk berhuni atau tinggal di kota yang sumpek menurut kami. Karena harga rumah di Jakarta (bahkan di pinggiran Jakarta) mahalnya minta ampun, karena alasan waktu dan biaya maka kami memutuskan untuk mengontrak hunian dulu. Semoga saja hanya sementara..Aamiiin...

Istri saya bekerja di Jalan Gatot Subroto sementara saya bekerja di Jalan Ir. H. Juanda, maka kami harus bijak memilih hunian yang memudahkan akses kami ke kantor masing-masing. Tentu saja kami masih ingin bermanja-manja dengan tinggal di dalam kota Jakarta maka kami tidak ingin kami masih harus tersiksa dengan jauhnya jarak (mumpung belum berhuni di pinggiran Jakarta). Dengan berbagai pertimbangan dan rekomendasi dari salah satu rekan kerja, akhirnya kami memulai survey lokasi di daerah Slipi (sebenarnya kalau dalam pemetaan daerah namanya Palmerah. Bukanlah persoalan yang mudah untuk menemukan hunian yang cocok menurut kami berdua. Kadang aku cocok tapi istriku tidak cocok. Kami harus konsen ke hal tersebut, hehehe..tidak boleh egois satu sama lain.

Dengan perjuangan yang gigih akhirnya kami mendapatkan informasi dari rekan kerjaku yang mengatakan bahwa di daerah dia tinggal ada sebuah pavilium yang recomended untuk pasangan baru yang sedang mencari hunian sementara dan dekat dengan akses kantor yang aku sebutkan sebelumnya. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan tersebut akhirnya kami meluncur ke pavilium yang disebutkan tersebut, sebelumnya aku juga diberikan nomor telepon si penunggu atau penjaga pavilium tersebut. Setelah menghubungi si penjaga pavilum tersebut akhirnya memang benar terdapat kamar yang kosong dan ditinggal penghuninya. Tentu saja kami langsung meluncur ke pavilium tersebut.

Dengan mengndarai si gendut aku memboncengkan istriku meluncur ke pavilium tersebut (sungguh keren sebenarnya kalau ada yang bisa mengambil gambar kami saat mengendarai si gendut). Dengan ancer-ancer Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita dan petunjuk dari rekan kerjaku akhirnya kami menemukan hunian tersebut. Entahlah mengapa tiba-tiba ada rasa sreg dengan hunian ini, hunian ini memang berbentuk pavilium atau istilah jelaknya adalah rumah petak dimana satu kamar terdiri dari satu kamar tidur, satu ruang tamu, satu dapur dan satu kamar mandi. Sudah dilengkapi dengan spring bed,AC, lemari pakaian dan meja televisi. Dan pertimbangan akses ke kantor kami masing-masing pun tidak terlalu jauh (setelah melakukan observasi kami langsung mencoba rute ke kantor istriku dan kantor ku, 10 menit ke Gatot Subroto, dan 10 menit ke Juanda).

Akhirnya karena kami juga merasakan capai dalam mencari hunian di jakarta ini, akhirnya kami sepakat untuk menempati hunian tersebut. Dengan uang RP 1.500.000,00 hunian tersebut dapat kami sewa setiap bulannya. Tentu saja itu baru biaa sewa saja belum termasuk dengan biaya listrik yang kami gunakan.

Deal!!!!!
Akhirnya inilah hunian kami yang pertama setelah kami resmi menjadi suami dan istri.