Thursday, 31 January 2013

Ini Bahaya Den

"Ini Bahaya Den...", ucap paman Tikno kepada Den Wahyu.
Perlahan Den Wahyu duduk sambil perlahan menghembuskan asap rokok yang dari tadi sudah dihisapnya. Buss..busss...bussss... asap rokok itu kemudian membumbung tinggi ke angkasa. Tangan nan putih berbulu kemudian meraih secangkir kopi yang dibuatkan oleh paman Tikno. Sedikit diteguk kemudian diletakkan kembali ke meja.
"hmmhhh... tapi Paman, aku sudah tidak kuasa lagi...mungkin selama ini aku menjadi orang yang sabar, penurut dan mau mengalah..tapi pada saat yang sama juga sebenarnya emosiku meletup-letup di ubun-ubun..lalu sampai kapan Paman...iya sih sesungguhnya aku juga menyadari bahwa aku tidak boleh berputus asa..apalagi ini juga pilihan hidupku..." Den Wahyu menatap pohon yang tertiup angin di depan rumah.
"emmm, gimana ya Den..sebenarnya saya juga terkadang merasa...mohon maaf lho sebelumnya...saya merasa kasihan sama Den Wahyu..melihat Den Wahyu seolah-olah tertindas..tapi sebenarnya pada saat yang sama saya juga merasa kagum sama Den wahyu yang bisa bersabar...nrimo..dan mengesampingkan ego Den wahyu..., jadi menurut saya Den Wahyu jangan menyerah sampai disini Den...tetaplah bersabar hingga memang nanti Den Wahyu sudah tidak mampu bersabar (meninggal dunia)..." ucap Paman Tikno.

Hembusan angin yang sepoi-sepoi menerpa pelipis Den Wahyu. Sambil terus seolah berpikir sangat keras karena terlihat dari garis-garis di wajah Den Wahyu yang menegang. Sudah banyak pula puntung rokok yang berserakan rapi di asbak yang terletak di sebelah cangkir kopi yang dihidangkan oleh Paman Tikno. Entah sudah berapa bungkus rokok yang dihisap Den Wahyu sore itu. Sambil menatap langit dengan gamang Den Wahyu seolah sedang mencari serpihan kunci atau bohlam yang menyala di antara hamparan awan yang ada di biru langit sore itu.

"...mhhhh, Paman..tolong saya Paman...ini terlalu berat Paman...bahkan aku sendiri tidak tega melihat diriku sendiri....tegarkan saya Paman...sebenarnya aku sendiri tiada masalah kehilangan semua ini paman..dunia ini tiada akan membawakan aku sesuatu yang bersifat materi ketika aku menghadap Illahi...", parau sangat suara Den Wahyu saat itu.
"Den...Paman hanya bisa mengatakan satu hal Den...kuatkan hati Den Wahyu menghadapi semua ini...ingat awal Den Wahyu mengambil keputusan ini dan pastinya Den Wahyu sudah mempertimbangkan segala konskuensinya kan?", tanya Paman Tikno.
"Iya Paman, sebenarnya aku dulu juga tahu bahwa ini semua akan menjadi susah dan berat, entah dulu apa aku terlalu optimis untuk dapat mengubah segala bayanganku..sebenarnya aku terus berusaha Paman...atau aku sendiri yang terlalu tenggelam dalam bayangan yang aku ciptakan sendiri?", tanya Den Wahyu kepada Paman Tikno.
"Sebenarnya kalau Ibuku menyuruh atau merestui rencanaku ini, aku pasti akan langsung lakukan Paman, aku sudah tidak peduli lagi sama semuanya selain Ibuku" tegas Den Wahyu kepada Paman Tikno.
"Tapi ini bahaya Den, Den Wahyu pasti sudah tahu juga kan konskuensi dari nanti tindakan Den Wahyu", tanya Paman Tikno khawatir.
"Iya Paman, aku tahu akan terjadi perperangan yang tiada tahu kapan akan berhenti...kebencian yang membara akan tercipta di dua kerajaan...dan bisa terjadi penghasutan dimana mana untuk saling menggulingkan istana", jelas Den Wahyu kepada Paman Tikno.
"Nah iya Den Wahyu, benar sekali..apakah Den Wahyu tiada khawatir dengan segala itu?meskpiun Den Wahyu yakin bahwa laskar akan berpihak ke kerajaan Den Wahyu tapi apakah Den Wahyu akan egois mengorbankan mereka untuk konskuensi atas keputusan yang Den Wahyu ambil?", tanya Paman Tikno.

Den Wahyu kembali merebahkan punggungnya di kursi. Kemudian tangannya meraih sebatang rokok lagi. Menyulutnya lalu menghisapnya dalam-dalam.
"Paman, aku tahu satu cara lagi sebenarnya, meskipun dalam hati ini tahu juga bahwa cara itu sangat dibenci oleh kepercayaanku sendiri", perlahan Den wahyu mengucapkan kepada Paman Tikno.
"Apa itu Den Wahyu?", tanya Paman Tikno penasaran.
"Aku meninggalkan dunia ini, selamanya dan tiada pernah kembali", tegas Den Wahyu kepada Paman Tikno.
"Jangan Den...itu juga berbahaya Den, apakah Den Wahyu akan membiarkan keluarga Den Wahyu tenggelam dalam rasa kesedihan dan penyesalan seumur hidup?", tanya Paman Tikno kepada Den Wahyu.
"Arghhhhh...lalu sampai kapan aku musti begini Paman!!!", bentak Den Wahyu gusar.
Paman Tikno tiada bergeming. Tiada sepatah kata yang keluar dari mulut Paman Tikno. Pertanda Paman Tikno juga mencoba berpikir untuk mencarikan solusi kepada Den Wahyu.

Namun lama berdiam ternyata tiada membuat Paman Tikno mengucapkan apa-apa. Ide atau buah pemikiran akan solusi permasalahan dari Den Tikno tiada juga hadir dalam pembicaraan.
"..hmmhhh....ya sudahlah Paman...biarlah aku lalui saja semua ini, tapi nanti Paman kalau Ibuku bertitah kepadaku, aku akan melaksanakannya..jadi sebelum ada titah itu aku akan senantiasa menahan diri...", ucap Den Wahyu sambil beranjak dari kursinya.
"Oh iya, terima kasih ya Paman, sudah berkenan mendengarkan dan mengobrol bersama aku..terima kasih juga kopi hangatnya..mohon maaf ya meja yang sudah Paman bersihkan tadi jadi kotor lagi kena abu rokokku..minta tolong dibersihkan ya Paman," ucap Den Wahyu sambil menyunggingkan senyum kepada Paman Tikno.
"Baik Den..yang kuat ya Den", pesan Paman Tikno kepada Den Wahyu.

Seminggu setelah percakapan itu benar adanya Den Wahyu meninggalkan singgasana untuk selama-lamanya. Bukan bunuh dari tapi jalannya. Den Wahyu mengalami kecelakaan pesawat sepulang dinas dari salah satu negara di Afrika. Pesawat yang ditumpangi Den Wahyu kekilangan kendali ketika melintas benua Asia. Ketika kabar kecelakaan pesawat itu terdengar di telinga keluarga Den Wahyu, pesawat Den Wahyu belum ditemukan.
Meski tangisan keluarga pecah tapi paling tidak tiada yang tahu tentang apa yang sebenarnya Den Wahyu alami. Kecuali Paman Tikno tentu saja.
Mungkin Tuhan memberikan jalan ini untuk memberikan ketenangan kepada Den Wahyu. Atau memang ini permohonan Den Wahyu kepada Tuhan untuk membebaskan dirinya dari semua tekanan yang ada tanpa meninggalkan kesedihan dan penyesalan di kalangan keluarganya.
"Selamat jalan Den Wahyu, semoga Den Wahyu tenang di alam sana..", ucap Paman Tikno sambil membersihkan kursi yang biasa didudukin Den Wahyu.
Sore itu juga sore terakhir untuk Paman Tikno di kediaman Den Wahyu. Karena sore itu juga Paman Tikno berpamitan kepada keluarga almarhum Den Wahyu untuk kembali ke kampung halaman.