Wednesday, 29 July 2015

Tentang Makan Siang

Sederhana barangkali judul tulisan kali ini. Mmmm..tapi menurutku sebenarnya lebih dari biasa. Aku sosok laki-laki yang sudah memiliki istri bahkan anak. Suka akan bekal makan siang yang dibuatkan istriku. Di tengah kesibukannya merawat anak dan aku, ditengah kesibukan menjadi home manager, yang meliputi segala luar dan dalam rumah, ditengah kesibukannya menjalani pekerjaan yang kebetulan saat ini sedang menempuh tugas belajar.

Aku suka bekal makanan yang dibuatkan istriku.

Dimasukkan dalam kotak plastik nasi dan lauknya, kemudian sayur dimasukkan dalam plastik tersendiri agar tidak tumpah saat aku masukkan dalam tas. Menu makanannya sih sederhana tapi rasanya luar biasa. Bukan sekedar rasa asin dari garam, rasa gurih dari bawang, maupun rasa pedas dari sambal yang dibawakan. Namun disitu aku merasakan rasa ketulusan dan kerelaan yang luar biasa.

Aku juga suka bekal makananku, meskipun rapat dikantor menjanjikan makanan modern restoran. Meski ada snack kantor berkardus kardus jumlahnya, bahkan meskipun dengan beberapa menu kantin kantor yang hanya butuh sekitar 10 langkah untuk meraihnya. Namun bekal makan siang itu selalu menjadi yang nomor satu untuk aku nikmati.

Terima kasih istriku, entah kata apa yang musti aku rangkai untuk memuji dan menghargai atas yang kamu persembahkan untuk suamimu ini. Untuk sosok laki-laki yang terkadang lemah. Aku hanya bisa mendoakan semoga keluarga kita senantiasa dibarokahi oleh Alloh SWT. Diberikan kelancaran dalam menggapai mahligai kehidupan. Anak kita (yang sekrang baru satu) senantiasa diberikan kelancaran dalam menjalani dunia ini tentu untuk bekal akherat juga.

Entah sampai kapan pula suamimu ini akan terus merepotkanmu. Senantiasa merengek manja meminta persembahanmu.

Hanya sekedar untuk meminta dibuatkan bekal makan siang darimu...

Sayang ku untuk istriku...

Friday, 24 July 2015

Suami Atau Orang Tua

Menjadi seorang suami adalah suatu gerbang baru menyatukan dua kehidupan keluarga. Dua menjadi satu bahkan banyak menjadi satu. Keluarga baru itu sendiri, keluarga laki-laki, dan keluarga perempuan lengkap dengan seluruh silsilahnya. Bukan perkara yang sederhana memang. Terlepas dari ego masing-masing semua harus rela dan bahagia menjadi sebuah hubungan kekerabatan yang satu.

Ketika seorang laki-laki meminta kepada orang tuanya untuk dilamarkan dengan seorang perempuan, akan terbesit dalam pemikiran bahwa anggota keluarga akan bertambah, tidak hanya satu melainkan berentetan individu di sana. Mau tidak mau, suka tidak suka itu adalah konsekuensinya. Ada lagi yang beranggapan bahw a dengan pernikahan itu maka tanggung jawab mendidik dan menaungi kehidupan dunia sebagai bekal akherat nanti berpindah. Dari orang tua ke seorang suami. Tatkala akad diikrarkan maka setampuk tanggung jawab beralih secara sendirinya. Amal kebaikan dan dosa turut serta dalam hingar bingar kemegahan resepsi pernikahan. Semua mengalir begitu saja menjadi tanggung jawab seorang manusia yang bernama suami.

Bagaimana kemudian nanti seorang suami melanjutkan mendidik istri yang sekian tahun sudah dididik oleh orang tua menjadi pribadi yang luar biasa. Amal dan dosanya. Tidak hanya itu saja, seorang suami masih juga memikul tanggung jawab atas keluarga orang tuanya bahkan keluarga sang istrinya. Tetap menjaga tali ukhuwah islamiah diantaranya. Bukan sekedar membina sebuah keluarga yang sakinah, mawadah, warohmah seperti yang menjadi jargon ucapan ketika dua pasang manusia menikah. Ada tanggung jawab yang luar biasa disana.

Tatkala istri harus berpisah secara kewajiban dari orang tuanya. Kewajiban patuh kepada suami yang lebih utama daripada patuh kepada orang tuanya. Tentuny itu juga tidak menafikkan kewajiban untuk senantiasa berbakti kepada orang tua. Namun, dengan pikulan tanggung jawab yang luar biasa di pundak seorang suami menjadikan keutamaan baginya untuk dipatuhi oleh sang istri.

Untuk hal ini sudah beberapa literatur yang aku baca, sebagian besar memang menyatakan bahwa lebih utama patuh atau taat kepada suami dibandingkan kepada orang tua (tentu saja bukan dalam hal yang bertentangan dengan perintah Alloh). Ada penggambaran sahabat nabi yang hendak pergi berperang dan melarang untuk keluar rumah, bahkan pada saat orang tua istri sakit hingga meninggal Nabi Muhammad berpesan agar senantiasa menjaga amanah suami tersebut. Luar biasa bukan?.
Meski ada beberapa artikel yang menyatakan hal sebaliknya, yaitu mengutamakan bakti kepada orang tua daripada suami. Namun, aku kemudian menarik kesimpulan dari beberapa hal tersebut. Kepatuhan istri kepada suami tak lain timbul karena tanggung jawab suami kepada istri baik di dunia maupun di akhirat. Setampuk beban dan tugas untuk melanjutkan pendidikan istri yang dahulunya dibebankan kepada orang tua. Masih ingat bukan dengan istilah "wanita itu bak tulang rusuk yang bengkok, terlalu keras mendidik dia akan patah, terlalu lemah maka ia tetap akan bengkok". Luar biasa bukan?

Lalu kepada siapa sebenarnya istri harus utama untuk patuh?suami atau orang tua. Dalam hal ini istri juga harus mengerti tentang beratnya tanggung jawab suami paska diterima nikah dan kawinnya atas dirinya. Kepatuhan seorang istri yang tetap berada dalam koridor jalan Alloh, jalinan tali silaturahmi antara seorang anak dengan kedua orang tua. Semua berada pada bagaimana memilah antara suami dan orang tua. Keutamaan mentaati suami dalam menjalankan kehidupan keluarga demi keutuhan rumah surga, tentu saja tidak mengabaikan orang tua.

Lalu bagaimana apabila terdapat pertentangan antara suami dengan orang tua?
Menjadi utama memang untuk lebih taat kepada suami, dan dalam hal ini istri juga harus mengerti apa landasan dari kedua belah pihak..sisi manfaat dan madhorotnya. Sesuai tidak dengan jalan Alloh. Suami juga tidak bisa begitu saja merasa bahwa dia adalah seorang penguasa atas seorang istri tanpa berlandaskan pada ajaran agama. Dia memang memiliki kuasa terhadap istri tapi tentu saja tidak mengarahkan kepada jalan yang menjauhi Alloh.

Lalu suami atau orang tua?selama sikap atau perintah seorang suami berlandaskan pada nilai-nilai yang diperintahkan oleh Alloh maka mutlak suami adalah keutamaan taat, sedangkan apabila ketaatan pada suami atas perkara yang tidak dilandaskan pada perintah Alloh maka hal itu menjadi hal yang bisa dikesampingkan istri. Tapi ingat juga, baik suami maupun istri hendak menyampaikan pendapat dalam sebuah peristiwa yang lembut dan harmonis. Bisa saja melalui perdebatan sengit, tapi wajib dihindarkan dari mencela atau memojokkan. Lagi-lagi semua harus dilandaskan pada perintah Alloh.

Bukan cita-cita bukan? rumah tangga menjadi retak bahkan bubar gara-gara perbedaan pendapat dan masing-masing saling keras kepala mempertahankan pendapatnya. Oleh karena itu istri musti mengerti tanggung jawab yang dipikul oleh seorang suami, dan seorang suami juga tidak bisa melupakan bakti anak terhadap orang tuanya. Ada kutipan dari ayat Al Quran bahwa Alloh akan memberikan jodoh kepada orang baik dari golongan orang yang baik, demikian pula sebaliknya. Jadi ketika suami atau istri mendapatkan pasangan yang "menurutnya kurang baik" maka dia juga harus intropeksi diri seberapa baik dirinya.