Mutasi...pernah dengar kata ini bukan..ya kalau belum bisa lah buka kamus atau mbah gugel juga ada. Mutasi sering diidentikkan dengan rotasi pegawai, bongkar pasang pegawai, baik dari posisi jabatan maupun tempat atau wilayah kerja *penempatan. Identik juga dengan promosi atau demosi. Pada intinya sih cuma satu, jenengan atau anda tidak bisa bertahan atau stay di satu tempat kerja atau di satu jabatan tertentu atau di satu posisi tertentu. Anda harus bisa move on...kalau gagal move on gimana? ya entahlah, mau gak mau mau, setuju atau tidak setuju anda harus move on..hehehehe...
Mutasi juga dikenal di seluruh penjuru atau tempat bekerja, baik instansi pemerintah maupun swasta, bahkan dari karyawan pasar sampai bos bos berdasi antar provinsi antar pulau bahkan antar negara juga mengenal istilah mutasi. Bahkan kendaraan bermotor pun yang notabene benda mati juga mengenal adanya mutasi.
Mutasi juga dikenal di seluruh penjuru atau tempat bekerja, baik instansi pemerintah maupun swasta, bahkan dari karyawan pasar sampai bos bos berdasi antar provinsi antar pulau bahkan antar negara juga mengenal istilah mutasi. Bahkan kendaraan bermotor pun yang notabene benda mati juga mengenal adanya mutasi.
Lalu kali ini kenapa aku nulis tentang mutasi? apa aku kena mutasi? apa aku terkena rotasi ?
yes...you're right...tapi bukan aku tepatnya yang kena mutasi, melainkan istriku, mantan pacarku, ibunya anak anakku. Promosi apa demosi...mmmm mungkin tepatnya promosi ya, karena menduduki posisi yang baru dan berbeda dari posisi sebelumnya. Dari yang sebelumnya staf pelaksana biasa menjadi jabatan fungsional tertentu (mmmm...detail jabatannya tidak aku sampaikan di sini ya, mengingat aspek kerahasiaan yang diatur dalam undang-undang, hahahahaha).
Nah, sebenarnya memang aku dan istriku sudah menyadari, lambat atau cepat istriku pasti kena mutasi. Tidak ada pegawai yang abadi di satu tempat kerja atau satu tempat kantor. Semua pasti akan pindah, entah kapan waktunya dan entah kemana penempatannya. Entah jabatan biasa atau jabatan tertentu. Entah promosi atau sekedar rotasi biasa. Semua akan pindah pada waktunya.
Nah, karena memang sudah tahu hal itu sebelumnya...(mhhhhhh...tarik nafas karena nyeseg juga kalau mengingat ingat, namun bagaimanapun semua harus dijalani) kami sudah berembug, berembug di atas ranjang..(eits..jangan ngeres dulu, karena sejak ada anak-anak ranjang lah tempat yang aman dan nyaman serta kondusif untuk melakukan kegiatan rapat atau rembugan, tentu saja menunggu anak anak tidur). Kami berbicara di atas ranjang (wis lah gak usah disebutin lagi ranjangnya, pikirannya jadi aneh aneh), bahwa di kantornya sedang ada program pengangkatan jabatan fungsional "agak" besar-besaran, dan karena dulu istriku pernah ikut diklat fungsional tersebut maka kemudian istriku ditawari kembali untuk menduduki jabatan tersebut. Tentu dengan konsekuensinya, seperti penempatan tempat kerja (yang ini gak tahu kemana) dan insentif yang diterima serta beban kerjanya. Setelah banyak pertimbangan, terutama aku gak mau dibilang membatasi istriku meskipun terbesit dalam pikiran kami berdua nanti anak anak gimana kalau istriku pindah pindah (tapi untuk hal ini mau gak mau emang kerjaan di kantor istriku tidak mengijinkan seseorang abadi tinggal di satu tempat) maka akhirnya aku setujui istriku untuk mengambil jabatan fungsional itu. eh saat itu istriku sedang mengandung anak kedua kami ya...
Dan dua hari menjelang kelahiran anak kedua kami ada pengumuman meluncur. Penempatan pegawai fungsional. Jeng jeng jeng...awalnya sih harapanku istriku ditempatkan di Jakarta saja, atau Bandung atau Tangerang atau Jogjakarta, tapi ternyata Alloh berkehendak lain, Istriku ditempatkan sebagai pegawai fungsional di....di....di....Kota Jambi. jreng jreng jreng....kok bisa? kok bisa di Jambi sih? duh trus gimana? bla bla bla....tapi lagi lagi rembugan di atas (ranjang tuh kan disebut lagi ranjangnya) akhirnya dengan pasrah dan yakin bahwa Alloh memiliki reencana dan kehendak atas penempatan ini akhirnya kami menghela nafas dan baiklah mari kita hadapi ini.
Lalu mbak yang kami persiapkan untuk momong adiknya Aidan (eh kan sekarang udah tahu namanya ya...hihihi Ahza Gaffar Kusumayuda) ternyata tidak berkenan alias tidak diperkenankan oleh suaminya untuk ikut kami ke Jambi, duh padahal top recomended banget mbak ku yang ini (besok deh aku bikin tulisan khusus tentang mbak ku ini)yowis mau gimana lagi, meskipun sebelumnya aku sempat kecewa sama mbak ku, kok tega sih sama kami yang musti nyari mbak mbak lagi di Jambi nanti, padahal mbak ini udah kami anggap sebagai keluarga sendiri, sudah bisa klik sama Aidan. Padahal sudah dibilangin masalah waktu tempuh Jambi - Magelang bisa ditempuh lebih cepat daripada Tangerang Selatan - Magelang, tapi tetep aja mendengar kata Jambi yang berarti di luar pula membuat suami mbak ku tidak mengijinkan untuk ikut bersama kami. hiks hiks hiks...
yes...you're right...tapi bukan aku tepatnya yang kena mutasi, melainkan istriku, mantan pacarku, ibunya anak anakku. Promosi apa demosi...mmmm mungkin tepatnya promosi ya, karena menduduki posisi yang baru dan berbeda dari posisi sebelumnya. Dari yang sebelumnya staf pelaksana biasa menjadi jabatan fungsional tertentu (mmmm...detail jabatannya tidak aku sampaikan di sini ya, mengingat aspek kerahasiaan yang diatur dalam undang-undang, hahahahaha).
Nah, sebenarnya memang aku dan istriku sudah menyadari, lambat atau cepat istriku pasti kena mutasi. Tidak ada pegawai yang abadi di satu tempat kerja atau satu tempat kantor. Semua pasti akan pindah, entah kapan waktunya dan entah kemana penempatannya. Entah jabatan biasa atau jabatan tertentu. Entah promosi atau sekedar rotasi biasa. Semua akan pindah pada waktunya.
Nah, karena memang sudah tahu hal itu sebelumnya...(mhhhhhh...tarik nafas karena nyeseg juga kalau mengingat ingat, namun bagaimanapun semua harus dijalani) kami sudah berembug, berembug di atas ranjang..(eits..jangan ngeres dulu, karena sejak ada anak-anak ranjang lah tempat yang aman dan nyaman serta kondusif untuk melakukan kegiatan rapat atau rembugan, tentu saja menunggu anak anak tidur). Kami berbicara di atas ranjang (wis lah gak usah disebutin lagi ranjangnya, pikirannya jadi aneh aneh), bahwa di kantornya sedang ada program pengangkatan jabatan fungsional "agak" besar-besaran, dan karena dulu istriku pernah ikut diklat fungsional tersebut maka kemudian istriku ditawari kembali untuk menduduki jabatan tersebut. Tentu dengan konsekuensinya, seperti penempatan tempat kerja (yang ini gak tahu kemana) dan insentif yang diterima serta beban kerjanya. Setelah banyak pertimbangan, terutama aku gak mau dibilang membatasi istriku meskipun terbesit dalam pikiran kami berdua nanti anak anak gimana kalau istriku pindah pindah (tapi untuk hal ini mau gak mau emang kerjaan di kantor istriku tidak mengijinkan seseorang abadi tinggal di satu tempat) maka akhirnya aku setujui istriku untuk mengambil jabatan fungsional itu. eh saat itu istriku sedang mengandung anak kedua kami ya...
Dan dua hari menjelang kelahiran anak kedua kami ada pengumuman meluncur. Penempatan pegawai fungsional. Jeng jeng jeng...awalnya sih harapanku istriku ditempatkan di Jakarta saja, atau Bandung atau Tangerang atau Jogjakarta, tapi ternyata Alloh berkehendak lain, Istriku ditempatkan sebagai pegawai fungsional di....di....di....Kota Jambi. jreng jreng jreng....kok bisa? kok bisa di Jambi sih? duh trus gimana? bla bla bla....tapi lagi lagi rembugan di atas (ranjang tuh kan disebut lagi ranjangnya) akhirnya dengan pasrah dan yakin bahwa Alloh memiliki reencana dan kehendak atas penempatan ini akhirnya kami menghela nafas dan baiklah mari kita hadapi ini.
Lalu mbak yang kami persiapkan untuk momong adiknya Aidan (eh kan sekarang udah tahu namanya ya...hihihi Ahza Gaffar Kusumayuda) ternyata tidak berkenan alias tidak diperkenankan oleh suaminya untuk ikut kami ke Jambi, duh padahal top recomended banget mbak ku yang ini (besok deh aku bikin tulisan khusus tentang mbak ku ini)yowis mau gimana lagi, meskipun sebelumnya aku sempat kecewa sama mbak ku, kok tega sih sama kami yang musti nyari mbak mbak lagi di Jambi nanti, padahal mbak ini udah kami anggap sebagai keluarga sendiri, sudah bisa klik sama Aidan. Padahal sudah dibilangin masalah waktu tempuh Jambi - Magelang bisa ditempuh lebih cepat daripada Tangerang Selatan - Magelang, tapi tetep aja mendengar kata Jambi yang berarti di luar pula membuat suami mbak ku tidak mengijinkan untuk ikut bersama kami. hiks hiks hiks...
Ya sudahlah mau gimana lagi, mau gak mau suka gak suka setuju gak setuju memang harus dijalani apa adanya...dan pas menjalani hari hari menjelang keberangkatan kami ke Jambi aku senantiasa mengingat ayat Al Quran surat Al Baqoroh (ayat terakhir) yang menyatakan bahwa Alloh tidak memberikan ujian kepada manusia melebihi kemampuan manusianya. dari situ aku yakin bahwa semua ini pasti ada hikmahnya. pasti ini baik...
Sempat juga kepikiran apa ini jalan membebaskan riba (metode amputasi) dengan menjual rumah di Cluster Sudimara Bintaro lalu beli rumah secara cash di Jambi. Tapi ternyata langkah itu belum kami tempuh. Astaghfirulloh.....dunia masih memberatkan kami, dari sisi sentimentil dan pikiran bagaimana nanti kalau balik lagi ke Jakarta. Masih nyari rumah lagi. bla bla bla....astaghfirulloh di sini sebenarnya aku sadar kalau aku secara tidak langsung sudah meragukan kekuasaan Alloh...astaghfirulloh....
Baiklah, tapi semua memang harus dijalani..mutasi ke Jambi insyaAlloh kami siap menyambutmu...rencana demi rencana yang disusun semua diputuskan atau Alloh telah mengetahui apa yang akan terjadi. Bismillah....insyaAlloh kami akan jalani mutasi di Jambi ini, tepatnya istriku,,,tentu saja dengan segala konsekuensinya karena aku juga tidak bisa meninggalkan pekerjaanku di Jakarta, next kami akan menjalani kehidupan Long Distance Marriage...dan aku juga akan menjalani atau merasakan yang namanya PJKA alias pulang jumat kembali ahad... Jakarta-Jambi-Jakarta tiap week end atau paling tidak atau paling minim satu bulan dua kali....
Semua akan berubah, dan kami belum tahu bagaimana kehidupan di Jambi, tapi baiklah akan kami jalani. Mutasi istri ke Jambi
Sempat juga kepikiran apa ini jalan membebaskan riba (metode amputasi) dengan menjual rumah di Cluster Sudimara Bintaro lalu beli rumah secara cash di Jambi. Tapi ternyata langkah itu belum kami tempuh. Astaghfirulloh.....dunia masih memberatkan kami, dari sisi sentimentil dan pikiran bagaimana nanti kalau balik lagi ke Jakarta. Masih nyari rumah lagi. bla bla bla....astaghfirulloh di sini sebenarnya aku sadar kalau aku secara tidak langsung sudah meragukan kekuasaan Alloh...astaghfirulloh....
Baiklah, tapi semua memang harus dijalani..mutasi ke Jambi insyaAlloh kami siap menyambutmu...rencana demi rencana yang disusun semua diputuskan atau Alloh telah mengetahui apa yang akan terjadi. Bismillah....insyaAlloh kami akan jalani mutasi di Jambi ini, tepatnya istriku,,,tentu saja dengan segala konsekuensinya karena aku juga tidak bisa meninggalkan pekerjaanku di Jakarta, next kami akan menjalani kehidupan Long Distance Marriage...dan aku juga akan menjalani atau merasakan yang namanya PJKA alias pulang jumat kembali ahad... Jakarta-Jambi-Jakarta tiap week end atau paling tidak atau paling minim satu bulan dua kali....
Semua akan berubah, dan kami belum tahu bagaimana kehidupan di Jambi, tapi baiklah akan kami jalani. Mutasi istri ke Jambi