Saturday, 24 November 2018

Pengalaman Mengurus Paspor Anak

Oke find...mari giat menulis....

Kali ini aku akan berbagi pengalaman tentang pembuatan paspor untuk anak. Dalam hal ini anakku usia 5,3 tahun dan yang satunya lagi usia 1,5 tahun. Berbekal mengurus sendiri paspor milikku tahun 2017 lalu dan paspor istriku (yang urus istriku sendiri). Sebelumnya mungkin aku belum bercerita ya, kenapa aku sudah membuatkan paspor untuk anak-anakku yang masih kecil. Mmmmmm.... ini berhubungan dengan rencana istriku untuk melanjutkan studinya di negara seberang (insyaAlloh di Australia). Dan sudah kami rencanakan, kalau kami sekeluarga akan ikut kesana, mendampinginya..hehehehe....kan niat pertama dan niat yang mulia istriku mengambil atau melanjutkan studi adalah dapat berkumpul dengan keluarga. Percuma dong, kalau ini studi eh ternyata masih ninggalin keluarga juga. So....kami sudah memutuskan untuk ikut ke Australia. Selain mendampingi, semoga saja nanti aku bisa mendapatkan pekerjaan di sana, apapun pekerjaannya yang penting insyaAlloh halal serta dapat mendapatkan pengalaman dan wawasan hidup yang baru dan luas. Selain itu juga membuka pergaulan untuk anak-anakku sehingga mereka tahu dunia luar yang sesungguhnya, bukan hanya melalui internet saja. 

Oke kembali ke pengurusan paspor untuk anak. Karena lokasi kami di daerah Ciputat, Tangerang Selatan, maka kami mencoba untuk melakukan pencarian kantor imigrasi yang dekat dengan rumah serta memiliki quota yang cukup. Kemudian kami menemukan ada lokasi kantor imigrasi yang dekat dengan rumah kami, ada tiga tepatnya..kantor imigrasi Tangerang, unit pelayanan paspor di BSD (ini yang paling dekat), serta kantor imigrasi unit layanan paspor Pondok Pinang. 

Setelah menemukan lokasi kantor imigrasi pembuatan paspor tersebut kemudian kami mencoba mencari informasi prosedur atau mekanisme untuk membuat paspor di kantor imigrasi, khususnya paspor untuk anak. Oh iya, mungkin masih terbayang kalau untuk mendapatkan antrian (mendapatkan antrian lho, antri untuk mendapatkan nomor antrian) musti antri pagi hari atau bahkan pagi buta, bahkan ada pula yang mengantrikan sandal jepit, stopmap, dan benda-benda lain, atau bahkan ada pula yang melakukan praktik titip kepada satpam, tau lah ya titip dalam hal ini artinya apa. Nah, sekarang Direktorat Jenderal Imigrasi ternyata sudah melakukan revolusi kebijakan terkai hal tersebut. Sudah diterapkan sistem antrian online di seluruh kantor imigrasi di seluruh Indonesia (meskipun masih belum semua kantor imigrasi, tapi kemungkinan sudah sebagian besar). Nah, untuk kantor imigrasi Tangerang dan Unit Layanan Pembuatan Paspor BSD ternyata untuk mendapatkan antrian, belum diakomodasi dalam aplikasi antrian paspor. Kantor imigrasi Tangerang dan Unit Layanan Pembuatan Paspor BSD antrian menggunakan nomor whatsapp yang sudah ditentukan. Ketentuan antrian melalui whatsapp tersebut memang dijelaskan dalam web kantor imigrasi Tangerang. Nah, setelah membaca mekanisme tersebut kemudian kami mengikuti intruksi sebagaimana yang dijelaskan dalam website tersebut. Ternyata oh ternyata, quota antrian sudah habis...selama satu minggu ke depan. Sementara, istriku mengambil cuti hanya di satu minggu. So, otak berhenti sejenak, termenung, dan bagaimana ini harus diselesaikan. 

Setelah berpikir sejenak, maka aku putuskan untuk melihat aplikasi antrian paspor. Aku dan istriku melihat di kantor imigrasi mana yang masih tersedia quota pembuatan paspor. Dan benar saja, untuk kantor imigrasi di wilayah DKI Jakarta sudah penuh. Hohohoho.....lalu bagaimana? iseng-iseng sambil ketawa-ketawa sama istri mencari kantor imigrasi di luar wilayah Jakarta, dan do you know what? sepi cooooyyyy...quotanya masih banyak...hohohoo...

Setelah dipikir-pikir akhirnya mencoba mencari di luar DKI Jakarta namun masih masuk akal untuk dijangkau dari rumah kami. Setelah milih-milih dan mencari akhirnya kami menemukan kantor imigrasi Serang, sekitar 60 kilometer dari rumah kami. Oke find, ini membutuhkan waktu sekitar 2 jam perjalanan. Setelah melihat quota yang tersedia akhirnya kami memilih untuk mengambil antrian pembuatan paspor di siang hari (ada pembagian antrian yaitu pagi dan siang). Oke, bisa bernafas lega di sini, paling tidak cuti istriku tidak sia-sia, anak-anak bisa bikin paspor.

Tiba di hari jadwal antrian, kami berangkat dari rumah sekitar pukul 10.30, asumsi nya sampai di lokasi sekitar jam 12.30. Dan alhamdulillah kami tiba di kantor imigrasi Serang tepat pukul 12.30. Impresi pertama setelah tiba di kantor imigrasi Serang adalah, wow...ramaiiiii.....setelah bertanya kepada satpam, disampaikan ramai ternyata sedang ada pengurusan paspor untuk haji dan umroh, padahal biasanya tidak ramai. Dan melirik ke nomor antrian yang terpampang di papan digital menunjukkan angka 145. Oke baiklah, sementara ini aku baru mau masukkan dokumen untuk di verifikasi lalu baru deh mendapatkan nomor antrian (sesuai papan digital itu). Setelah memasukkan berkas dan diverifikasi oleh petugas, aku mendapatkan nomor antrian 201 dan 202, pada saat itu papan antrian digital menunjukkan angka 160. Oke, prediksi mendapatkan giliran antrian pada pukul 15.00, sementara saat itu waktu menunjukkan pukul 13.30, baiklah masih 1,5 jam lagi.....

Untung saja, anak-anak tidak terlalu bosen dan tidak rewel di situ. Setelah menunaikan sholat dhuhur, lalu makan siang dulu (makan siang yang super nikmat, bekal yang dibuatkan istri...hihihi makasih ya bu). Setelah menunggu agak lama, akhirnya tiba waktu kami dipanggil ke ruang wawancara untuk interview sekaligus foto. Untuk Aidan dia direkam sidik jari dan foto, sedangkan Ahza hanya foto saja, mungkin karena masih tipis kali ya sidik jarinya, sehingga kemungkinan gagal untuk direkam. Nah untuk wawancara, aku lah yang diwawancara, wawancara seputar isian dari formulir dan dokumen yang diserahkan ke petugas verifikasi di awal tadi. Setelah bla bla bla wawancara, akhirnya selesai sudah proses di kantor imigrasi. Diberikan print out bukti untuk melakukan pembayaran pengurusan paspor, yang dapat dilakukan di kantor pos dan bank persepsi yang sudah ditunjuk dan bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Imigrasi. Di samping kantor imigrasi Serang ini sebenarnya ada kantor pos mobile, namun karena waktu sudah menunjukkan pukul 15.47, maka kantor pos mobile tersebut sudah menutup pelayanannya. Oke, besok akan kubayar di kantor bank saja. Setelah melakukan pembayaran (tiga hari setelah pembayaran), baru deh paspor jadi dan diambil di kantor imigrasi Serang. 

Nah, itulah pengalamanku mengurus paspor untuk anak-anak di kantor imigrasi Serang. Oh iya, satu lagi...beberapa informasi menyampaikan bahwa terdapat antrian prioritas untuk beberapa kategori seperti lansia dan balita, tapi pada pengalaman yang kualami, tidak ada antrian prioritas, mungkin karena lagi crowded jadi tidak ada antrian prioritas.  

Thursday, 22 November 2018

(Review) Hotel Kapsul

Bismillahirrohmaanirrokhiim.....

Sudah lama sekali aku menunda menulis. Setelah terjebak dalam game online, Youtube, dan media sosial yang lain (menulis status pendek pendek itu menurutku membunuh hobi menulis).

Baiklah, kembali ke judul postingan kali ini. Hotel kapsul? bukannya itu biasa saja, bisa saja kasih review di media agen perjalanan online atau review di google map seperti yang biasa aku lakukan. Mmmm...jawabannya sih iya, toh dari hotel kapsul yang aku review kali ini, semua juga sudah aku kasih review di media sosial, dan sudah di kasih respon balik dari hotelnya juga. 

Lalu apa pentingnya review di blog? mmm...seperti tulisan-tulisanku sebelumnya yang menitikberatkan pada sharing experience atau sekedar menuangkan apa yang ada di hati dan apa yang ada di pikiran. So, yah mengalir begitu saja...

Kan..kan...kan..muter lagi...baik kembali lagi ke Hotel Kapsul tadi ya. Barangkali sudah awam terdengar di telinga kita tentang hotel kapsul, apa itu? ya hotel yang menyerupai kapsul obat gitu, yang kamarnya kecil, cukup satu badan saja, gitu deh...nah kali ini aku akan ngasih tau pengalamanku menginap di hotel kapsul di....Jepang...hehehehehe...

Kebetulan saja aku diutus kembali ke Jepang untuk mendampingi pimpinan kantorku untuk menghadiri acara di Jepang. Acaranya di Tokyo, Jepang. Nah karena pimpinanku menginap di hotel yang cukup mahal, kisaran Rp4jt an semalemnya, dan apalah saya yang kelas kromet (kroco mumet) bakal ngos ngos an kalau hotel segitu. Lhooo kan dibayari APBN, laaahhh...kan APBN juga ada kategori kategorinya, kategori kroco mumet kayak aku ya paling 2jt an, dan ini di negara Jepang lho, yang tentunya standar harganya berbeda dengan harga di Indonesia.

Nah berawal dari situ, kemudian iseng deh cari-cari hotel yang dekat dengan hotel pimpinan (agar kalau koordinasi mudah). Setelah melakukan penelusuran menggunakan Google Map, akhirnya nemu hotel Tokyo Nihonbashi Bay Hotel..hmmmm...lalu bagaimana reservasinya? alhamdulillah sekali di jaman modern ini, banyak agen perjalanan yang memiliki jangkauan internasional, so untuk reservasi hotel di luar negeri pun tinggal klak klik saja, saat itu saya menggunakan aplikasi Hotels.com...Setelah melakukan reservas yang hanya bisa 3 malam saja, entah itu kebijakan hotel apa memang lagi penuh lalu saya melakukan penelusuran lain dan nemu hotel First Cabin Kyobashi, dan lagi, saya reservasi menggunakan Hotels.com.

Nah, itu kan cara pemesanannya..lalu bagaimana impresi hotelnya?
Setelah tiba di Hotel Tokyo Nihonbashi Bay Hotel, langsung disambut dengan resepsionis yang ramah, setelah melakukan konfirmasi pesanan dengan menunjukkan lembar pemesanan Hotels.com, akhirnya saya diberikan kunci kamarnya dan dikasih tahu beberapa aturan di hotel kapsul itu, dan di endingnya ternyata si resepsionisnya bisa bahasa Indonesia, wahhh,,,kata dia banyak tamu dari Indonesia yang menginap di hotel ini...lalu beginilah penampakan Hotel Tokyo Nihonbashi








Nah, itu foto-foto situasi di Hotel Tokyo Nihonbashi Bay, udah kebayang kan gimana situasinya, hehehe dan beneran lho kamarnya memang pas banget buat badan, tapi masih nyaman kok...nah di situ juga dijelaskan kalau baju-baju dan koper dan barang bawaan ditaruhnya di luar, ada semacam ruang loker di sana. Kemudian untuk makan, lalu bercakap cakap baik langsung maupun via telepon dilakukan di lounge room namanya, itu ruangan di dekat ruang resepsionis yang tadi. Nah, untuk mandi di sini model kamar mandinya di luar, terpisah dari ruang kamar nya, tapi namanya Jepang, semua ruangannya bersih. Dan di sini juga ada mesin cuci, nyuci sendiri ya, pakai koin gitu, kalau g salah berkisar antara 300 Yen sampai 600 Yen, tergantung jumlah pakaian yang mau dicuci.

Nah lalu bagaimana dengan hotel kedua? Nih...biarkan foto fotonya bicara...











Duh baru sadar, kalau di hotel yang kedua, aku lupa tidak ambil foto di kamar nya, karena pada waktu itu sedang ramai pengunjung jadi agak sungkan untuk mengambil foto di kamar.

But, intinya sama saja sih, tidak ada perbedaan yang signifikan antara hotel kedua. Kalau pilihan hati yang bersifat subjektif sih aku milih hotel yang pertama dengan alasan fasilitas yang diberikan di kamar lebih lengkap dan kamarnya meskipun sama sama sempit kerasa lebih lega. Ketersediaan lemari loker juga menjadi faktor penunjang poin untuk hotel yang pertama, karena di hotel kedua tidak disediakan lemari loker, ya meskipun ada sih laci peniyimpanan di dalam kamar, tapi itu sangat mini bro....

Yes...so far ini lah pengalaman gue menginap di hotel kapsul. Secara keseluruhan hotel kapsul itu sangat cocok untuk orang yang backpacker (selain harganya murah, tentu seorang backpacker tidak ingin lama-lama di kamar di waktu dia berkunjung ke negara orang, tentu lebih milih eksplor di daerah tujuannya tersebut), kalau untuk bisnis (kalau bawaan tidak banyak sih masih worth it kok....dan di sini banyak kok yang kerja kantoran nginap di hotel kapsul, tapi kek nya semacam buat transit gitu. Sangat g worth it untuk liburan membawa keluarga ya...hehehehehe.....

OH IYA
SECARA UMUM 
ATURAN MAIN / TATA TERTIB DI HOTEL KAPSUL 
ADALAH!!!!

Thursday, 6 September 2018

Daihatsu Ceria Arus Balik 600km

Nah, setelah kemarin cerita tentang arus mudik Daihatsu Ceria, saatnya bercerita tentang arus baliknya. PAda cerita sebelumnya tidak ada kendala yang berarti, hanya mesin mbrebet sekali saja pada saat di tol Cipali.

Oke, lenjut ke cerita arus balik. Pada cerita mbrebet sebelumnya disarankan untuk mengganti filter bensin kan ya, sayangnya karena lagi lebaran, bengkel bengkel di kampung saya tidak ada yang buka...walhasil dengan kekuatan doa dan keyakinan aku pun memutuskan untuk tetap menggunakan filter bensin yang lama (bahkan saking malasnya, aku gak sempat cek kondisi filternya untuk dilakukan pembersihan). Keyakinan ini muncul karena pada saat di kampung, Ceria tidak ada menunjukkan gejala mbrebet mbrebet lagi, jadi aku ambil kesimpulan mbrebet kemarin karena salah isi bahan bakar (sempat minum premium di spbu yang penampakannya agak kurang meyakinkan).

So perjalanan di mulai pada jam 08.00, lebih siang dari waktu mudik kemarin. Dan aku akhirnya ngerasain dibawain oleh oleh buanyak padahal bagasinya cuilik. Dari beras sekarung, dan beberapa makanan khas daerah, dan alhamdulillah nya muat di bagasi (kecil-kecil cabe rawit). Setelah menyusun barang bawaan dan menata bangku bagian belakang dan berpamitan kami pun meluncur, tetep pada konsep alon-alon waton kelakon kanthi modal bismillah.

Bermodal dengan aplikasi Google Map di HP, kami pun menyusuri jalur jalur arus balik. Just follow it. Hingga akhirnya kami bertemu persimpangan di Purworejo, yang ke kiri ke arah Jakarta via Kebumen, Purwokerto, sedangkan kalau lurus melalui Wonosobo, Temanggung, Batang. Lalu kami manut saja dengan preferensi Google Map, karena melalui Wonosobo diperkirakan lebih cepat daripada melalui Purwokerto. Akhirnya pun kami memilih jalan tersebut, meskipun memang di pikiranku terbayang rute naik turun dan berliku (ya iyalah, Wonosobo melalui kaki bukit gunung Sumbing, Sindoro) tapi dengan berkaca dari pengalaman om-om member Daihatsu Ceria yang bertubuh tambun mampu mengarungi jalanan Jakarta  - Bali dan beberapa bonus rute naik turun maka kami yakin dapat melalui perjalanan ini.

Impresinya, pemandangan wow luar biasa, udara yang suejuk nan dingin, rute naik turun berliku liku serius tidak menjadi aral rintangan bagi si Ceria. Meliuk liuk canggih di jalan yang memang relatif lebih sempit tapi hualusnya g ketulungan. So, lancar saja perjalanan kami sampaiiiiii.........
Akhirnya Si Ceria ngambek mbrebet bahkan sampai mesin mati di daerah Temanggung. Untung saja mesin mati pas turunan, bukan tanjakan. Kami mengalami dua kali mesin mati di sini, dan tetap indikator suhu mesin tidak menunjukkan masalah, masih 1/3. Dan kami pun memutuskan untuk berhenti rehat sejenak di salah satu masjid sekalian menunaikan ibadah sholat Dhuhur dan jamak takdim Ashar plus makan siang dan anak-anak juga melepas lelah dengan berjalan jalan di sekitaran Masjid. Dan di sini agak lama kami beristirahat, hampir 2 jam an lah. Lalu kami pun memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalanan (sebelumnya mobil cuma dibenerin dengan cara di gas gas saja). Sebenarnya aku heran, ada apa ini, secara Ceria tidak minum premium lagi. Apa benar filter bensinnya kotor, apa ada masalah lain.

Tanpa mengindahkan kekhawatiran itu, kami melanjutkan perjalanan, mbrebet lagi? mmmmm...sampai Batang aman, tidak mbrebet...lalu kami pun masuk tol fungsional Batang-Pemalang. Nah..nah,,,nah..di tol ini si ceria ngambek lagi dan lebih parah...mesin mati tiga kali di jalan tol cobak. Dan kami pun minggir di kilometer lupa aku, yang jelas kira-kira masih 300 km an lagi untuk bisa sampai di Jakarta, eh maksudnya Tangerang Selatan. Dan waktu itu sudah memasuki waktu sholat Maghrib. Dan gak tau kenapa, perjalanan arus balik ini lebih melelahkan daripada arus mudik kemarin. Sambil membuka kap mesin untuk mendinginkan mesin (berharap ini merupakan solusi) akhirnya kami menunaikan ibadah sholat Maghrib sekaligus sholat Isya. Penampakan kami pun udah g karuan, karena seperti yang aku bilang tadi, perjalanan bali ini kerasa lebih melelahkan, dan di sini kami baru merasakan bahwa mudik dan bali menggunakan kendaraan sendiri itu seru..dan melelahkan. hahahaha...dari Girinyono jam 08.00, jam 19.00 masih di wilayah Pemalang, dan masih menempuh 300 km lagi, kebayang kan berapa jam lagi waktu yang dibutuhkan agar kami bisa sampai rumah di Tangerang Selatan (asumsi kecepatan kami 80km/h). Memang sih, salah satu faktor penambah waktu tempuh dan jarak tempuh kami kemungkinan karena kami menggunakan jalur lewat Wonosobo tadi, tapi jujur sih memang lebih lancar (mungkin lancar jalan dengan macet waktunya bisa sama, ini terkonfirmasi ketika ketemu sama sopir yang mengaku ada buka tutup jalur di Purwokerto).

So lagi-lagi dengan keyakinan bahwa sampai atau tidaknya keluargaku di Tangerang Selatan salah satunya ada di tanganku, so dengan keyakinan bismillah kami pun melanjutkan perjalanan. Dan alhamdulillah tidak mbrebet lagi selama perjalanan dari Pemalang sampai Tangerang Selatan. Akhirnya pada pukul 23.30 kami sampai di rest area Cikampek (lupa km berapa) karena bener bener aku merasa lelah, aku khawatir kalau aku lanjutkan bisa bisa ketiduran, so aku memutuskan untuk istirahat tidur sejenak, tidur yang efektif barang 15 menit sampai 30 menit. Di sinilah aku ketemu salah satu sopir yang menggunakan jalur Purwokerto dan mengalami tutup jalur selama 6 jam tidak bergerak, di sini trus aku merasa jumawa kalau jalur yang kupilih tidaklah seratus persen salah, hehehehe....

Setelah tidur sebentar dan cuci muka, akhirnya kamipun melanjutkan perjalanan hingga tiba di rumah pada pukul 02.30. Lebih lambat 2 jam dari waktu mudik kemarin. But, inilah pengalaman mudik dan balik saya menggunakan Daihatsu Ceria. Dan sampai sekarang mbrebet nya itu belum saya cari sumber masalahnya, tapi sempat kepikirann kayaknya bengkel yang sebelumnya ngisi oli kebanyakan sehingga meluap ke karburasi (pas saya cek sih memang g ada oli di filter udara), asumsi saya itu cuma ingat pas liat di struk bengkel service isi oli mesin 3 liter, dan sedihnya sekarang oli mesin rembes...kemungkinan ini karena kebanyakan oli mesin dan tekanan berlebih sehinga jebol deh perpaknya (tapi ini baru asumsi ya, nanti mau dicek langsung saja di bengkel).

Monday, 3 September 2018

Daihatsu Ceria Arus Mudik 500km

Oke, baiklah...mari mulai menulis...selalu saja ada alasan untuk menunda menulis blog ini, entah dari urusan pekerjaan, urusan rumah tangga atau kecenderungan urusan egoisme pribadi alias malas untuk menulis. Terbukti tulisan ini tertunda sudah cukup lama, sejak masa-masa musim mudik lebaran Idul Fitri tahun 2018.

Baik, jadi sebelumnya tak pernah kepikiran memang aku dan keluarga mudik pulang ke Jogja (baca Girinyono) dari Tangerang Selatan menggunakan moda transportasi kendaraan roda empat pribadi atau mobil. Sebelumny mungkin aku udah pernah cerita kalau mobil yang alhamdulillahh kami miliki adalah Daihatsu Ceria. Mobil mungil nan lucu nan irit nan ceria dah pokoknya. Sebelumnya juga, karena istriku bertugas di Jambi, dan pada awalnya mobil ini kami beli untuk moda transportasi aku dan keluargaku entah pada saat week end atau pas mengantar istriku bekerja dan mengantar anakku (Aidan waktu itu) ke Daycare yang lokasinya berdekatan dengan kantor istriku. So, semenjak istriku dan anak-anakku tinggal di Jambi, walhasil mobil ini tidak pernah atau jarang dipakai, bahkan untuk dipanasi saja bisa hitungan sebulan sekali. Sampai akhirnya beberapa part pun musti diganti sebelum digunakan kembali seperti accu, rem, ban, oli, dan wiper.

Lalu bagaimana waktu itu aku bisa kepikiran bawa mobil mini (baca Ceria aja ya, pengen sih punya Mini yang beneran Mini keluaran Morris, tapi gak mungkin juga dijadikan mobil tempur) untuk mudik? Yah...pertimbangan mudik dari Jambi langsung ke Jogja (pertimbangan waktu tempuh sekitar 5 jam (transit di Bandara Soekarno Hatta, dan belum termasuk perjalanan darat dari Bandara Adi Sutjipto ke Girinyono), atau pulang dulu ke rumah di Tangerang Selatan, lalu mudik santai alias pelan pelan dari Tangerang Selatan ke Girinyono. Mudik santai karena pada awalnya kami kepikiran nanti kalau di tengah jalan kami kecapekan nanti bisa singgah dulu di hotel terdekat. Juga pernah dipertimbangkan untuk sewa mobil yang lebih proper (lebih besar ukurannya dan yang sudah terbukti mampu dan sanggup untuk menempuh jarak ratusan kilometer).

Dengan modal nanya ke beberapa teman di klub Ceria Club Indonesia dan temen kantor maka akhirnya diputuskan untuk mudik menggunakan Daihatsu Ceria. Sama-sama keluar modal (kalau bawa Ceria maka ada biaya untuk perbaikan dahulu, kalau sewa mobil maka perlu biaya sewa yang kebetulan saat itu besaran nilainya sama). Nah, persiapan untuk mudik menggunakan Daihatsu Ceria ini adalah pertama kali membeli accu, karena memang sebenarnya sudah memasuki usia ganti nya (4 tahun dan sudah ngedrop daya listriknya), seputaran rem (karena lama gak dipakai pas mau dipakai ternyata master dan drum jebol sehingga wajib ganti), ban (keempat-empatnya karena juga sudah memasuki usia ganti, padahal secara kembangnya masih tebel), service AC, lalu oli dan rem normal untuk mobil yang akan menempuh perjalanan jauh. Yah, setelah dihitung-hitung total biaya yang dihabiskan sekitar Rp5 juta. 

Oke, persiapan sudah sip...mobil Daihatsu Ceria insyaAlloh sudah siap meluncur. Setelah melakukan packing-packing (waktu itu kami bawa satu koper masukin ke bagasi, kemudian bangku belakang kami tumpukin bantal di sela antara jok belakang dengan jok depan biar nanti di belakang bisa selonjoran lalu beberapa makanan sebagai bekal di perjalanan nanti. Oh, iya waktu itu pertama kali juga aku isi kartu Mandiri e-money paling besar, Rp750.000 sebagai jaga-jaga untuk bayar tol pergi pulang. So, kami berencana berangkat pada pagi hari (mmm...g pagi-pagi amat sih, tau ndiri musti sarapan dulu, mandi anak-anak dulu, dan lain sebagainya deh, dan alhamdulillah kami bisa berangkat jam 07.30). Kami sengaja berangkat pagi agar dapat menikmati pemandangan di sepanjang jalan, meksipun waktu itu arus mudik kami berharap agar tidak terjadi kemacetan yang luar biasa (namanya harapan pasti yang bagus bagus dong) dan agar tidak mengantuk di jalan (karena pengalaman sebelumnya kami pernah mudik menggunakan carter atau sewa mobil di malam hari, beneran ngantuk bener rasanya).

Lalu kami pun berangkat....perjalanan dari rumah pun dimulai...semua lancar sampai tiba pada kilometer 230 di Tol Cipali, tiba tiba mesin mobil Daihatsu Ceria mbrebet di RPM 3000an di posisi gigi 4 dan 5. Wah, ada apa ini, cek kondisi temperatur aman-aman saja....udah kilometer segini, nanggung kalau balik...so kami pun berjalan pelan pelan di bahu jalan dengan menyalakan lampu hazard dengan RPM 2000 di gigi 2 untuk menuju rest area terdekat. Setelah sampai di rest area terdekat, kemudian kami berhenti sejenak untuk menenangkan diri, lalu buka kap mesin, lalu mchat di grup WA Ceria Club Indonesia, lalu menunaikan sholat Dhuhur sekaligus jamak takdim Ashar. Balasan dari grup WA Ceria Club Indonesia itu adalah coba cek filter bensin (ini part yang sama sekali tidak diganti atau tidak diservice pada saat service persiapan mudik kemarin). Oke, tak cek,,,dipukul pukul dikit, lalu buka filter udara lalu gas-gas dan ditutup buka pakai tangan. Sepertinya tidak ada masalah dengan pasokan bensinnya. Trus keinget, sehari sebelum mudik, aku isi Premium di SPBU Pertamina, langsung curiga di sini deh, karena biasanya memang aku isi nya pakai Shell Super atau Pertamax. Oke deh, setelah berembug dengan istri tercinta (alhamdulillah anak-anak good banget, karena g rewel sama sekali di perjalanan, dan alhamdulillah juga AC nya juga terasa dingin) so kami pun melanjutkan perjalanan. Pertama kami pun berjalan pelan-pelan dengan mempertahankan posisi RPM 2000 di gigi 4, yah kira-kira dapat kecepatan minimum untuk di jalan tol deh, sampai akhirnya aku beranikan masuk di gigi 5 dan injek di RPM 4000-5000, dan alhamdulillah lancar tidak mbrebet lagi sampai di tujuan.

Selama perjalanan mudik ini, aku heran dan takjub kalau aku sendiri bisa menyetir non stop tanpa istirahat dari Tangerang Selatan sampai ke Girinyono, ya sesekali cuma berhenti untuk isi bensin dan menunaikan sholat. Oh, iya ding, pas sampai di daerah Kebumen sekitar jam 22.30 itu badan udah ngasih warning untuk istirahat, dan alhamdulillah pula waktu itu anak-anak sama istri juga sedang tertidur. Oh iya, formasi duduk kami adalah aku di bangku depan bagian kanan (ya iyalah, namanya juga sopir) lalu anak pertama (Aidan) di kursi depan bagian kiri, lalu istri (namanya udah tahu kan, hihihi) dan anak kedua (Ahza) di bangku belakang. Akhirnya aku pun memutuskan untuk memejamkan mata sejenak di salah satu pom bensin di daerah Kebumen. Kira-kira setengah jam tidur, lalu mak jenggirat (woh..) aku harus melanjutkan perjalanan ini, nasib istri dan anak-anakku berada di tanggung jawabku saat ini. Lalu setelah bilang ke istriku untuk lanjut perjalanan, akhirnya kami pun melanjutkan perjalanan. 

So akhirnya pada pukul 01.30 kami tiba di tujuan yaitu di Girinyono, Sendangsari, Pengasih, Kuloonprogo, Yogyakarta. Sebagai tambahan informasi, total bahan bakar yang aku beli adalah Rp300.000 (pertamax) jarak tempuh berkisar 560km, waktu tempuh (berangkat pukul 07.30 s.d 01.30) sekitar 18 jam dengan kecepatan rata-rata 60-80 km/jam. 

So, inilah ceritaku mudik santai bersama Daihatsu Ceria, mana ceritamu??hihihi kayak pernah denger istilah ini 

Wednesday, 4 July 2018

Perjuangan mengirim ASIP dari Jambi ke Jakarta

Melanjutkan postingan sebelumnya tentang proses pindahan dari Jambi ke Jakarta. Jadi di postingan sebelumnya kan sudah aku jelaskan tentang proses pindahan dari Jambi ke Jakarta kan ya, dan salah satunya adalah proses mengirimkan ASIP beku se freezer dari Jambi ke Jakarta. 

Oke mari kita lanjutkan...

Jadi karena kami (aku dan istriku) punya komitmen untuk ASI eksklusif untuk anak, dari Aidan dan harpannya Ahza juga bisa lulus ASI eksklusif selama 2 tahun (bahkan dulu Aidan berhenti ngASIP setelah pas 2,5 tahun). So sejak dari dulu, karena istri memang masih bekerja jadi selalu memerah ASI. Banyak cerita saat ngeASIP Aidan dulu. Mulai dari pertimbangan beli freezer sendiri atau sewa freezer (hingga akhirnya kami kenal ID_AyahASI), pemilihan botol kaca atau botol plastik, pemilihan mesin perah, eh maksudnya pompa ASIP nya, proses sterilisasi botol kaca ASIP dan pompanya, kejadian freezer rusak jadi musti buang semua ASIP di freezer (kejadian ini sangat tragis sekali..oh no...sudahlah)

Nah kali ini di Jambi, karena memang tidak ada tempat penyewaan freezer ASIP, sudah tanya ke komunitas ASI di Jambi dan memang tidak ada, dan beberapa orang masih heran geleng-geleng tentang ASI yang diperah kemudian dibekukan di dalam freezer. Hehehehe..oke deh, akhirnya freezer merupakan salah satu benda yang harus kami miliki ketika kami menginjakkan kaki di kontrakan kami di Jambi. eh, sebentar, waktu itu kami awalnya karena gak tau akhirnya beli kulkas dulu ding, baru setelah beberapa hari atau minggu aku membelikan freezer ASI untuk istriku. Mereknya AQUA dengan desain rak lima susun.

Oke, itu cerita awalnya..lalu pas proses pindahan ini aku sendiri sempat bingung, bagaimana memindahkan ASIP yang sebegini banyaknya (satu freezer penuh) dari Jambi ke Jakarta. Tanya ke sana ke sini pada masih bengong tentang ASIP, tanya ke petugas tiket maskapai pesawat pun mereka heran dengan kata "mau ngirim ASI Beku", meskipun pernah nanya ke ibu-ibu petugas angkasa pura yang sedang bertugas dan saat itu sedang hamil, menginformasikan boleh membawa ASIP Beku ke dalam pesawat, seberapapun banyaknya. Tapi aku kok ragu.

Nanya ke sana nanya ke sini, akhirnya istri mendapatkan informasi kalau temennya juga sering mengirimkan ASIP dari Jambi ke Semarang. Via Kargo Pesawat. Maskapainya Garuda. Mmmm....meskipun untuk penerbangan Jakarta-Jambi aku merupakan pelanggan Lion Air, tapi untuk pengiriman kargo ini aku memilih untuk menggunakan Garuda Indonesia. Satu-satunya alasan adalah petugas kargo Lion Air menolak pengiriman ASIP karena menganggap itu adalah cairan.

Padahal ada aturannya lho. Diatur secara jelas dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Nomor 43 Tahun 2007, Meskipun sudah diatur secara jelas tapi masih saja banyak petugas yang belum mengerti tentang hal ini..wkwkwkwk..sebenarnya bisa-bisa saja sih berdebat sama petugas, tapi dengan jumlah ASIP sebanyak ini aku rasa gak worth it kalau harus berdebat, kalau cuma satu cooler bag sih ayok ajah. 

Akhirnya tetap kembali ke keputusan ASIP dikirim menggunakan jasa kargo pesawat Garuda Indonesia. Lalu bagaimana mengemasnya? nah ini dia juga yang menjadi PR nya. Temen istriku menggunakan cooler box yang berbahan plastik itu lho, mirip sama wadah yang digunakan untuk membawa atau menyimpan es krim, uang kisaran harganya up to sejuta lah. Mikir-mikir dan browsing akhirnya menemukan artikel yang menunjukkan ASIP dapat dibawa menggunakan styrofoam box dan dilapisi dengan alumunium foil. Pertanyaan selanjutnya, dimana aku bisa mendapatkan styrofoam box di Jambi ini? nanya ke grup ibu ibu nya istri, diminta untukk ke toko plastik. Giliran ke toko plastik eh, ditunjukin styrofoam box yang buat wadah nasi kecil kecil itu...wakakakakakaka...dan ketika aku bilang untuk bungkus ASIP, lagi, langsung mereka terheran heran.

Lalu dari grup ibu ibu itu akhirnya ada yang menunjukkan tempat dimana aku bisa beli styrofoam box, yaitu di Pasar Angso Duo. Lalu akhirnya aku memutuskan untuk menuju ke pasar itu denga nmenggunakan jasa pak Gojek...hihihi makasih ya pak gojek yang sudah berkenan mengantarkan ke Pasar Angso Duo dan mengantarkan kembali ke rumah pelan-pelan karena kalau ngebut pasti bisa terbang itu styrofoam box nya. 

Di Pasar Angso Duo ini kan ada bagian penjual ikan gitu. Dan memang styrofoam box itu sering digunakan para pedagang ikan atau nelayan untuk menyimpan ikan ikan hasil tangkapan atau ikan dagangan. So ketika lewat Pasar Angso Duo, langsung saja meluncur ke bagian pedagang ikan di bagian belakang pasar. Lansgung keliatan kok tempat penjual styrofoam box nya itu. Dan di sana dapat dijumpai deretan styrofoam box yang baru atau seken. Tapi kalau saranku sih untuk membawa ASIP ya usahakan beli styrofoam box yang baru saja.

Setelah membeli styrofoam box akhirnya dimulai lah pengemasan ASIP, eh pengemasan ASIP ke dalam styrofoam box dilakukan mepet waktunya dengan waktu keberangkatan, takut mencair. Nah, styrofoam box yang sudah dibeli tadi kemudian aku lapisi dengan alumunium foil di bagian dalamnya (untuk menjaga agar suhu di dalam styrofoam box tetep dingin), kemudian untuk bagian luar dilapisi dengan isolasi bening (untuk menjaga styrofoam box dari bahaya benturan, kan rawan pecah si styrofoam box ini). So setelah dilapisi itu, styrofoam box sudah siap untuk digunakan. Ohh iya, jangan lupa ya tetap diberikan ice gel untuk menjaga suhu di dalam styrofoam box.

Akhirnya satu freezer ASIP full muat ke dalam dua box styrofoam box ukuran medium. Di bawa ke terminal kargo Bandara Sultan Thaha Jambi, ditanya tanyasama petugasnya isinya apa, dan lagi-lagi ketika ku jawab ASIP mereka heran...wkwkwkwk....ASIP nya banyak banget pak...hehehehe. Setelah beres urusan administrasi pengiriman, akhirnya kami menuju terminal penumpang Bandara Sultan Thaha Jambi (kami terbang menggunakan pesawat Lion Air dengan jadwal penerbangan pukul 12.35, sedangkan ASIP kami terbang menggunakan pesawat Garuda Indonesia dengan jadwal penerbangan jam 13.20), doa kami hanya satu, semoga ASIP itu diperlakukan dengan baik dan tetap beku ketika nanti tiba di Jakarta.

Bla bla bla...akhirnya kami tiba di Jakarta, dan aku memutuskan untuk mengantarkan istri dan anak-anakku pulang sampai rumah dulu, baru kemudian aku mengambil ASIP itu di Terminal Kargo Bandara Soekarno Hatta. Sebentar...kayaknya sudah kepanjangan ini tulisan...untuk proses pengambilan ASIP di Terminal Kargo Bandara Soekarno Hatta kayaknya harus aku tulis di tulisan selanjutnya saja deh...hehehehehe...

Oke, sekian cerita tentang proses pengiriman ASIP dari Jambi ke Jakarta...sampai ketemu lagi pada cerita cerita dhikandhi selanjutnya.....

Thursday, 21 June 2018

Welcome Back My Family

Masih ingat kisah bagaimana aku dan keluargaku (istri dan anak-anakku) dipisahkan oleh jarak Jakarta - Jambi. Kisah dimana sebulan sekali atau dua kali aku terbang ke Jambi menggunakan maskapai Singa Terbang alias Lion Air untuk menemui keluargaku di sana. Bagaimana perjuangan istriku menghadapi segalanya di sana sendirian. Mulai dari pekerjaan dia di sana, urusan rumah tangga, dan anak-anak. Yaps....itu semua sudah dijalani. Capek? Lelah? iya sih tapi ada hikmah nya di balik semua itu kok..istriku jadi lebih penyabar dalam menghadapi anak-anak (ya mau gimana lagi sabar gak sabar kan dia sendiri yang menghadapi semua itu, sendiri). Menjadi salah satu panglima (hmmmm...apa ya istilahnya, garda terdepan saja) di salah satu institusi pemerintah memang menjadi gadang-gadang atau pengarep-arep (hayo loh bahasanya nyampur-nyampur) istriku. Ya, alhamdulillah harapan itu sudah dijalani istriku, dan meskipun konsekuensinya harus di tempuh (salah satunya musti berjauhan dengan keluarga). Setelah beberapa saat menjalani kehidupan di Jambi, akhirnya istriku menyadari bahwa terdapat beberapa konsekuensi dari status garda terdepannya itu tadi (selain berjauhan dengan suami tentunya). Ada aspek sentimentil dan emosional di sana, yang akhirnya membuat istriku memutuskan untuk ya sudah, sudah cukup merasakan ini semua (meskipun mungkin alasan utamanya adalah ingin berkumpul lagi dengan keluarga).

Itu prolognya. Nah dari kisah itu kemudian ditempuh lah cara-cara untuk bisa berkumpul kembali dengan keluarga (sepertinya aku sudah pernah menuliskan kalau ada dua cara untuk bisa berkumpul kembali dengan keluarga di Jakarta). Nah salah satu jalan yang ditempuh kali ini adalah dengan melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Setelah menjalani beberapa tahapan seleksi (karena memang tidak hanya istriku sendiri yang ingin kembali ke tanah Jawa atau ingin memperoleh kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi) akhirnya istriku dinyatakan lolos sebagai penerima beasiswa dari instansi dimana istriku bekerja. Apakah ini layak dan sesuai? apakah ada konsekuensi lanjutannya?Ya, tentunya ada, tapi aku rasa tidak patut aku bahas di tulisanku kali ini mengingat ini adalah memperingati momen bahagia satu langkah istri dan anak-anakku bisa berkumpul kembali dengan aku tentunya.

Nah lalu, dengan lulusnya istriku tersebut, kemudian beberapa persiapan dilakukan seperti melakukan pengepakan barang-barang yang nantinya akan dibawa ke Jakarta. Banyak gak barang yang dibawa kembali ke Jakarta? hmmmm....lumayan banyak sih, padahal aku ingat saat dulu kami pindahan ke Jambi kami hanya membawa satu buah koper dan empat atau lima kardus isi pakaian dan mainan Aidan. Nah seiring waktu ternyata barang-barang kami di Jambi bertambah, hal ini salah satunya disebabkan karena kami mengontrak rumah dalam kondisi kosongan alias tanpa perabotan. Walhasil kami pun harus mengisi beberapa perabot di rumah tersebut seperti kasur springbed, sepeda motor, lemari, kulkas, freezer ASIP, TV, mesin cuci, kompor gas dan perlengkapan dapur, serta beberapa mainan yang Aidan beli di Jambi. Nah banyak bukan?kemudian kami mulai berpikir apakah semua barang ini diangkut ke Jakarta atau dijual saja di Jambi. 

Opsi pertama, diangkut ke Jakarta. Lalu kami mulai berburu jasa ekspedisi atau logistik untuk mengangkut barang-barang kami itu dari Jambi ke Jakarta. Dari hasil penelusuran baik melalui internet atau tanya ke temen-temen di sana akhirnya menemukan dua jasa ekspedisi yang populer di Jambi. Dakota dan Indah Cargo. Setelah bertanya-tanya akhirnya aku memperoleh informasi tentang sewa kendaraan/carter truk dari Jambi ke Jawa. Pada waktu itu diinformasikan truk yang disewakan adalah truk Fuso. Ukuran Jumbo. Karena kami itung-itung sewa truk Fuso tidak ekonomis maka akhirnya kami batalkan rencana sewa truk Fuso itu. Dan akhirnya kami pun berencana untuk mengirimkan beberapa barang kami (yang bisa di packing dalam kardus, karena akhirnya apabila kami mengirimkan barang-barang yang dimensi/volumenya besar harganya mahal amir) sementara beberapa barang yang volumenya besar harus kami jual di Jambi. Jual cepat, so harganya juga pasti jatuh apabila dibandingkan dengan harga awal saat kami membelinya. Yah, namanya juga buru-buru mau pindah so jual secepatnya. 

Nah, rencana mengirimkan barang-barang kardus melalui jasa ekspedisi darat pun akhirnya gagal. Kenapa? ya karena momen pindahan kami bertepatan dengan hari raya Idul Fitri dimana kendaraan seperti truk akan dilarang melintas di jalur mudik dan dilarang naik kapal. Sementara ekspedisi tersebut baru bisa melayani kembali jauh hari setelah hari raya Idul Fitri tersebut (hampir sebulan lamanya). Nah lalu bagaimana dengan barang-barang kami? Akhirnya kami memutuskan untuk mengirimkan barang-barang kami menggunakan jasa cargo pesawat dengan jenis layanan port to port. Kenapa kami tidak memilih layanan door to door? karena setelah kepulangan kami (transit di CSB Blok F 1) kami segera meluncur ke Wates untuk mengikuti tradisi mudik, so khawatirnya kalau pakai layanan door to door pada saat kurirnya mengantar barang ke rumah, kami sudah tidak ada di rumah. Selain itu, ada satu jenis barang yang memerlukan perlakuan khusus dalam proses pengiriman. ASIP...satu freezer ASIP harus kami kirimkan ke Jakarta dari Jambi dan harus tetap beku ketika sampai di rumah kami di CSB Blok F 1 (untuk pengiriman ASIP ini akan ku tulis di posting berikutnya). Sebenarnya ada kisah menarik lagi ketika mengambil barang-barang kami di terminal kargo Bandara Soekarno Hatta, tapi mungkin akan aku tulis di postingan yang lain.

Setelah melakukan pengurusan-pengurusan, pengepakan, penjualan barang-barang ke tetangga rumah di sana dan beberapa yang aku titipkan ke pemilik rumah, akhirnya kami terbang ke Jakarta menggunakan maskapai Lion Air dan alhamdulillah karena menggunakan fasilitas web check in akhirnya kami dapat duduk sebaris. Dan akhirnya kami sampai di CSB Blok F1 dengan kondisi cluster yang sepi karena sebagian orang sudah pulang ke kampung halaman masing-masing. Dan dengan kondisi badan capek musti bebenah dan bongkar beberapa barang serta persiapan untuk mudik ke Wates. Wew...alhamdulillah melelahkan dan menyenangkan. 

Anyway, apapun yang terjadi dan apapun yang aku ceritakan, aku mengucapkan banyak syukur kepada Alloh SWT yang telah mengabulkan doa-doa kami sehingga keluarga kami dapat berkumpul kembali.

Saturday, 28 April 2018

Trading Saham atau Nabung Saham

Saham...Ya saham...sebenarnya kata ini sudah lama terdengar di telingaku. Tapi gak tau kenapa baru di usiaku yang menginjak kepala 3 ini baru aku benar benar tertarik dengan saham. Dulu dulunya sih pernah sih belajar tentang saham, dan mencoba simulasinya, mmm forex juga pernah, dan dari simulasi itu dalam waktu 5 menit aku rugi Rp5.000.000.000,00, . Selain itu aku juga pernah bekerja di salah satu agen atau sekuritas di Jogja, ini pas masa labil habis lulus kuliah daripada tidak ada pekerjaan. Waktu itu tugasku adalah tukang telepon, dikasih berbaris baris nomor telepon yang gak tahu darimana asalnya, trus diminta untuk mencari nasabah yang mau menanamkan modalnya di sekuritas tersebut. Alhasil karena aku merasa gak bisa meyakinkan orang untuk menanamkan modal atau menjadi nasabah perusahaan tersebut, akhirnya aku berhenti di dua minggu aku bekerja, gaji? mmmm cuma dapat makan siang sama uang transport saja. hahahaha

Nah lalu, kenapa sekarang tertarik dengan saham? Sebenarnya diawali dari keinginan untuk meningkatkan pendapatan, yah karena sudah tau sendiri kalau di kantorku mungkin kalau sudah pernah baca tulisanku sebelumnya yang dahulu sudah sangat sulit meningkatkan pendapatan atau mendapatkan additional income. Dan aku sendiri sering bertanya kepada aku sendiri, sampai kapan aku jadi pegawai. Pengen banget untuk berwirausaha, berdagang istilahnya, tapi pertanyaan berikutnya adalah mau berdagang apa. Di tengah agresifnya sektor jual beli online aku juga turut mencicipinya dengan berjualan beberapa barang di situs jual beli online seperti Tokopedia, Bukalapak, Instagram. Apa yang dijual? ya apa saja, mulai dari sparepart sepeda, barang elektronik, baju anak-anak dan mainan anak-anak. Tapi dari situ ternyata aku masih kurang puas dengan kinerjaku, kinerja lapakku, karena memang toko online itu jumlahnya sangat banyak. Bahkan aku sempat iseng mengamati rasio antara pengunjung suatu toko online dengan barang yang dibeli adalah 100:1, artinya dari 100 orang yang mengunjungi toko online kita hanya 1 orang yang membeli. Belum lagi karena kelakuanku yang memang suka mengambil margin yang tipis, berkisar antara 1-5% dari masing-masing barang, so masih belum cukup memuaskan. Meskipun aku tetap punya keinginan untuk berdagang, karena dalam agamaku dijelaskan bahwa 9 dari 10 pintu rizki adalah berdagang.

Lalu dari situ, di tengah getolnya pemerintah mempublikasikan gerakan Yuk Nabung Saham, aku mulai tertarik untuk mendalami ilmu menabung saham. Ya, awalnya memang aku niatkan untuk menabung saham, karena memang di agamaku pula dikatakan bisnis saham terutama trading saham itu dekat dengan perjudian, untung-untungan, gambling, dan sebagainya. Bermodal niat tersebut akhirnya aku apply di salah satu sekuritas di Jakarta yang memang terkenal sebagai sekuritas ritel alias recehan dimana kita bisa memulai berinvestasi saham (lho kok berubah lagi menjadi investasi saham, tadi kan nabung saham) hehehehe.....yaitu Indopremier, karena dengan modal Rp100.000 kita bisa memulai berinvestasi saham.

Oke setelah melalui beberapa proses, akhirnya aku mulai bisa berinvestasi saham, live di meja kantor ku. Kebetulan pula saat itu ada teman kantor yang memulai investasi saham juga (gak tau ya, mungkin kronologi awal mereka berinvestasi saham adalah tentang additional income tadi). Jadilah kita bikin forum bersama, yang saling tukar informasi tentang saham apa yang dibeli saham apa yang dijual dan beberapa aktifitas investasi saham lainnya. Bedaanya adalah, caps (maksudnya modal) mereka lebih tinggi dari aku. Yah, bisa barangkali 10 kali lipat dari modalku. hehehehe....maklum kaum sudra.

Lalu akitifitas trading saham (lho kok jadi trading saham sekarang) dimulai. Iya, karena memang saham yang volatil alias loncat-loncat itu sangat menarik dan profitabilitasnya tinggi, aku sendiri bahkan pernah profit 40% dari modal yang aku tradingnya dalam waktu hanya 30 menit. Loss alias resiko? ya jangan ditanya, high risk high return, itu istilahnya, duit ilang Rp200.000 dapat sekejapan mata juga bisa, atau nyangkut dalem juga bisa. Nah memang mungkin itu awalnya proses pembelajaran investasi saham ya. Aku gak tau saham apa yang dibeli, kapan waktu yang tepat suatu saham dibeli, dan kapan aksi jual yang tepat, misal untuk melindungi kerugian atau mendapatkan keuntungan. Nah, dari peristiwa itu kemudian aku pelan pelan belajar untuk tidak menjadi pencopet saham yang hanya mengandalkan tren harga naik dan volume saham yang diperjual belikan. Perlahan-lahan aku mulai mempelajari analisis fundamental dan analisis teknikal. Dari pembelajaran itu memang akhirnya aku menemukan ritme yang santai, tidak grusa grusu karena kita sudah yakin (tentu berdasar ya) akan suatu pergerakan harga saham.

So, apa berikutnya? ya aku akan selalu belajar dan beajar berinvestasi saham (saat ini portofolioku alhamdulillah berisi saham yang notabene merupakan saham saham dari perusahaan yang memiliki kinerja yang bagus) dengan ritme jangka panjang, yak...mungkin akhirnya kembali kepada program yuk nabung saham, hehehe.... Tapi tetep, keinginan untuk berdagang secara harfiah baik dilakukan melalui offline atau online tetap ingin aku wujudkan.

Thursday, 12 April 2018

Tulisan Apa Ini?

Perjalanan dinas kali ini aku mengambil inisiatif untuk menggunakan moda transportasi darat yaitu kereta api. Dan gak tanggung-tanggung, aku naik kereta kelas ekonomi, Menoreh, PSE-SMG alias Stasiun Pasar Senen – Semarang Tawang. Perjalanan dinas kali ini adalah dalam rangka pelatihan strategi perusahaan dan penyusunan laporan keuangan yang memiliki relevansi dengan aksi korporasi merger dan akuisisi. Dan di sini hanya aku sendiri yang memilih menggunakan moda transportasi kereta khususnya kereta ekonomi. Rekan-rekanku yang lain menggunakan moda transortasi pesawat terbang, ada pula yang menggunakan moda transportasi kereta api namun dengan kelas eksekutif. Hehehehe...menyiksa diri? Enggak juga, karena selain hemat, aku ingin mengenang masa-masa dulu sering berpergian menggunakan kereta api kelas ekonomi.
Kali ini aku tidak bermaksud untuk melakukan review atas perjalananku menggunakan kereta api Menoreh ya, soalnya ya standar-standar begitu dan barangkali sudah banyak yang melakukan review atas perjalanan kereta api Menoreh ini. Wis wis, tar keterusan malah jadi review naik kereta api Menoreh.

Awalnya aku ingin menulis tentang, tentang apa ya, kok malah jadi lupa. Jadi intinya malam ini, eh pagi ini, galau-galau gitu, ealah tiap hari kok galau, terus daripada galau gak produktif mending aku ambil laptop ku yang sore tadi baru saja aku inject dengan OS Ubuntu, setelah sebelumnya aku pasang Mint, dari yang sebelumnya menggunakan Windows 10. Kenapa aku ganti dari Windows 10, karena laptopku ini sudah cukup berumur, dengan spesifikasi yang ala kadarnya, bahkan menurutku ini adalah netbook tapi layarnya 14 inch, so membawa program Windows 10 itu menjadi terasa berat, apalagi dengan update rutin yang dilakukan, sangat berat man, bahkan mungkin seberat Dilan menanggung beban rindunya..hhahaha...Nah lalu kemarin aku instal Linux Mint, kenapa Mint? Karena beberapa kali melihat review Mint merupakan salah satu distro Linux yang sangat familiar bagi pengguna atau eks pengguna Windows. Iya sih, menunya mirip banget sama Windows. Selain itu, tingkat popularitasnya nomor satu, ya itu tadi, karena memang tampilannya Windows deh, Linux yang ke Windows Windows an. Selain itu performanya memang ringan. Nah, lalu apa permasalahannya? Gak tahu kenapa, koneksi internet menggunakan Mint terasa lambat, sinyal wifi di rumah yang biasanya bisa empat bar, hanya terbaca sangat lemah 2 bar bahkan sering 1 bar bahkan hilang sama sekali. Padahal sebelumnya sinyal minimal 3 bar sampai maksimal 5 bar. Lalu tadi siang, eh kemarin siang aku coba koneksi atau menjalankan aplikasi trading Ipot (oh iya, baru keinget kalau aku mau nulis tentang trading Ipot yang sekarang aku lakukan, oke nanti aku tulis deh) nah karena koneksi yang sangat lambat tersebut Ipot tidak bisa berjalan, grendet grendet dan sinyalnya putus tus. Selain itu, kemarin-kemarin aku juga nyoba instal aplikasi, eh tepatnya game windows menggunakan Wine dan PlayonLinux, hasilnya gak bisa, suara keluar tapi ganbarnya g ada. Oke baiklah, kalau masalah game bisa kutolerir karena memang dari awalnya ketika pindah ke Linux sudah tahu resiko tentang game game Windows, bajakan...xixixixi. Sempat kepikiran juga sih balik lagi ke Windows, tapi kalau keinget beratnya lepiku menanggung beban Windows kok kayaknya gak tega, pernah lho buat booting awal sampai memakan waktu 15 menit. Hehehehe…

Nah lalu apakah Ubuntu sudah terbukti? Belum sih..kan baru kuinject tadi sore, eh tapi gak tahu benar atau salah, sebelum aku inject Ubuntu tadi sempat cek jaringan internet kantor pakai Mint, dan gak stabilnya juga keliatan. Dengan koneksi internet kantor yang cukup kencang, sinyal wifi hanya terbaca 3 bar saja, bahkan beberapa kali sampai 1 bar saja. Nah ketika tadi kuinject Ubuntu, sinyal stabil di 4 bar, nah dari sini kemudian aku berharap, bukan atau belum menyimpulkan ya, kalau internet atau koneksi internet Ubuntu lebih stabil daripada Mint. Lalu bagaimana kalau performanya, mmmm...iya sih Mint lebih enteng daripada Ubuntu, tapi semoga saja semua itu bisa tertutupi dengan kestabilan Ubuntu. Belum sempat instal aplikasi-aplikasi yang lain sih, soalnya keburu berangkat ke Stasiun. So besok lanjut saja instal instal nya di tempat acara pelatihan.

Pelatihan ku kali ini dilakukan di salah satu hotel di Kota Semarang, Hotel Grand Dhika Semarang. Kalau tidak salah letaknya di Jalan Pemuda Semarang dengan menggandeng partner atau rekanan dari Universitas Diponegoro. Kalau dari layout tempat pelatihan yang rapat, mmm maksudnya ruangannya kecil, mungkin menyesuaikan dari budget APBN yang terbatas atau faktor yang lainnya, kayaknya pelatihan kali ini bakalan berlangsung secara intensif, serius, dan formal, ya iyalah ini kan acara kantor, bukan acara kongkow atau reuni an atau acara bergaulnya anak-anak muda. So, kita lihat saja apakah aku nanti masih bisa utek utek laptop pada saat pelatihan, utek utek ini meliputi utek utek Ubuntu dan instal beberapa aplikasi serta mungkin mengetik yang tidak ada kaitannya dengan pelatihan ini, misal nulis blog, browsing atau searching hal gak penting, atau malah bersosial media..hehehehe, tapi yang paling direncanakan adalah trading Ipot, lagi-lagi Ipot, apaan sih itu? Tar deh aku jelasin hobi baru ku itu. So liat saja nanti.

Nah sudah berapa kata ni, baca kembali tulisanku kok malah aku bingung, aku tuh sedang nulis apa sih, hahahaha….ngayawara kalau bahasa jawanya, ya yang namanya lagi galau, apa saja yan ada dipikiran dituangkan di tulisan. Hasilnya, bingung deh mau dikasih judul apa. Yowis, karena perjalanan kereta sudah hampir sampai di Stasiun Semarang Tawang, maka aku sudahi juga ketikan tulisanku ini. Besok, eh nanti siang (karena tulisan ini diketik pada pukul 03.12) tinggal nunggu koneksi internet lalu posting deh, di blog tentu saja bukan di sosial media, maklum tulisan gak jelas gini gak pantes kalau di share di sosial media.


Tuesday, 10 April 2018

Lion Air Raja Delay?? "tresno jalaran seko kulina"

Lion Air

Tentu semua sudah tau, maskapai penerbangan yang satu ini. Maskapai penerbangan dengan lambang singa warna merah yang memiliki sayap. Seolah dengan gagah dengan moto "we make people fly" memamerkan kalau dia adalah raja penerbangan di Indonesia. Maklum saja, singa kan dijuluki raja hutan, ini kalau di darat. Lalu bagaimana dengan "Singa Terbang" ini?

Jangan salah, untuk penerbangan domestik dengan kelas penerbangan Low Cost Carrier, Lion Air ini bisa dikatakan sebagai market leader dibandingkan dengan para rivalnya seperti second layer nya Garuda Indonesia (Citilink), atau second layer nya Sriwijaya (NAM Air), wah jauh deh si Lion ini, jauh di depan maksudnya.

Lalu bagaimana dengan julukan raja delay itu? mmmmm...awal awal naik pesawat (urusan kantor dan dibayari oleh kantor) tentu selalu menggunakan Garuda Indonesia, di nina bobok kan dengan fasilitas Full Service (termasuk makanan dan film yang diputar selama perjalanan), kenyamanan membership nya (dengan milleage point yang dapat ditukarkan dengan penerbangan lainnya atau merchandise), dan kenyamanan ruang tunggu khusus pemegang kartu membership dengan kelas Gold ke atas. Dulu dulu pas nyobain pakai Lion Air sih ya sempat sebel juga sih, dengan delay nya, dengan kesemrawutan para calon penumpangnya di ruang tunggu, semrawut karena delay..wwkwkwk. 30 menit, 45 menit, sejam, dua jam, sampai 4 jam, bahkan sampai pembatalan itu kadang, atau bisa disebut bisa saja terjadi atau bisa saja sering, duh gimana ya bilangnya, yang jelas itu terjadi di penerbangan Lion Air. Pas waktu itu pun, aku menilai cara pilot Lion Air bawa pesawatnya sedikit kasar pada saat take off , flight descent, dan landing

Lalu bagaimana sekarang?
Mmmm.... mungkin ada pepatah jawa yang bilang kalau tresno iku jalaran seka kulina, alias kalau dibahasakan Indonesia menjadi, cinta itu disebabkan oleh sering, hayo lho gimana...maksudnya karena sering pakai Lion Air untuk penerbangan menengok keluarga kecilku di Jambi akhirnya aku suka bahkan cinta sama Lion Air. So sekarang delay nya g masalah ya? mmmmm...jadi biasa sih, delay sejam sampai dua jam itu biasa kalau Lion Air, bahkan aku sempat delay empat jam. Bahkan aku mengaggap Lion Air delay itu??biasa aja kaleeeee'....hehehehe...sampai membenarkan ungkapan pak Menteri Perhubungan, lebih baik delay daripada g selamat. Ada pula informasi yang mengatakan (tapi ini g ada jaminan validitas kebenarannya ya) bahwa si Lion Air ini memang sengaja mendelaykan penerbangannya agar saat pesawat tiba penumpang semua sudah siap untuk naik pesawat, jadi pesawat tidak mengeluarkan biaya yang banyak untuk parkir di bandara.

Itu delay nya, lalu bagaimana cara bawa pesawatnya? nah ini lagi, gak tahu karena udah sering naik Lion Air atau bagaimana, aku merasa naik pesawat Lion Air itu lebih nyaman, take off dan landing nya lebih nyaman, ya meskipun kadang bumping bumping, tapi konon katanya landing yang bener itu memang harus di bumping in. Yang paling kerasa adalah flight descent nya, gak bikin mual, kemarin nyoba bandingin sama naik pesawat Garuda Indonesia Jakarta-Surabaya..wuuuhhhh flight descent nya bikin mual.....oh iya, sama keberanian pilotnya, saat itu aku sedang perjalanan dinas ke Semarang menggunakan Garuda Indonesia, pas itu memang sedang hujan lebat, dan kru dari Garuda Indonesia mengatakan pesawat tidak berani mendarat atau lepas landas di bandara Ahmad Yani. Lalu bagaimana dengan Lion Air, beberapa kali kami melihat para penumpang Lion Air masuk ke dalam pesawat dan mereka terbang....wushhh wushhh...gak tahu itu berani apa nekat ya...wkwkwkwk....nah pas itu ngerasain Garuda Indonesia delay itu rasanya dongkol banget, sudah mahal delay, sudah gitu g dapat penggantian uang, padahal delay nya dari jam 09.30 sampai jam 16.30, dengan alasan delay nya disebabkan karena gangguan cuaca, jadi tidak ada ganti rugi, mmmm dapat makang siang aja sih waktu itu.

Ya itu, Lion Air delay itu biasa, Garuda Indonesia delay itu rasanya nyeseg banget.

Terakhir, masalah tarif...wuuuhhhh Lion Air mah pioneer dalam hal ini, dibandingkan dengan Garuda Indonesia yang full service itu doi harganya setengahnya, dibandingkan dengan penerbangan low cost carrier lainnya si Lion bisa selisih 25% lebih murah dbandingkan dengan maskapai lainnya. Air Asia juga pernah sih lebih murah, masih ingat Jakarta-Bali harganya cuma 99 ribu. Dulu sih, Lion Air sempat lebih murah lagi, tapi sayang pemerintah mengenakan aturan batas bawah untuk pesawat, dengan alasan keselamatan, meskipun menurutku??mmm...gak tau deh....

So gak tau karena tresno jalaran seko kulina tadi atau memang Lion Air ini sebenarnya nyaman dan ramah bagi kantong, aku jadi suka terbang dengan Lion Air...Oh iya, untuk investasi pesawat, Lion Air ini lebih wow dibandingkan Garuda Indonesia lho....jumlah pesawat yang Hak Milik lebih banyak Lion Air dibandingkan dengan Garuda Indonesia yang konon katanya banyak sewa (ini saya juga cuma katanya lho, g tau validitasnya)

So, thank you Lion Air...semoga ke depannya kau bisa jadi raja di udara, sesuai dengan logo mu. Singa Bersayap.