Saham...Ya saham...sebenarnya kata ini sudah lama terdengar di telingaku. Tapi gak tau kenapa baru di usiaku yang menginjak kepala 3 ini baru aku benar benar tertarik dengan saham. Dulu dulunya sih pernah sih belajar tentang saham, dan mencoba simulasinya, mmm forex juga pernah, dan dari simulasi itu dalam waktu 5 menit aku rugi Rp5.000.000.000,00, . Selain itu aku juga pernah bekerja di salah satu agen atau sekuritas di Jogja, ini pas masa labil habis lulus kuliah daripada tidak ada pekerjaan. Waktu itu tugasku adalah tukang telepon, dikasih berbaris baris nomor telepon yang gak tahu darimana asalnya, trus diminta untuk mencari nasabah yang mau menanamkan modalnya di sekuritas tersebut. Alhasil karena aku merasa gak bisa meyakinkan orang untuk menanamkan modal atau menjadi nasabah perusahaan tersebut, akhirnya aku berhenti di dua minggu aku bekerja, gaji? mmmm cuma dapat makan siang sama uang transport saja. hahahaha
Nah lalu, kenapa sekarang tertarik dengan saham? Sebenarnya diawali dari keinginan untuk meningkatkan pendapatan, yah karena sudah tau sendiri kalau di kantorku mungkin kalau sudah pernah baca tulisanku sebelumnya yang dahulu sudah sangat sulit meningkatkan pendapatan atau mendapatkan additional income. Dan aku sendiri sering bertanya kepada aku sendiri, sampai kapan aku jadi pegawai. Pengen banget untuk berwirausaha, berdagang istilahnya, tapi pertanyaan berikutnya adalah mau berdagang apa. Di tengah agresifnya sektor jual beli online aku juga turut mencicipinya dengan berjualan beberapa barang di situs jual beli online seperti Tokopedia, Bukalapak, Instagram. Apa yang dijual? ya apa saja, mulai dari sparepart sepeda, barang elektronik, baju anak-anak dan mainan anak-anak. Tapi dari situ ternyata aku masih kurang puas dengan kinerjaku, kinerja lapakku, karena memang toko online itu jumlahnya sangat banyak. Bahkan aku sempat iseng mengamati rasio antara pengunjung suatu toko online dengan barang yang dibeli adalah 100:1, artinya dari 100 orang yang mengunjungi toko online kita hanya 1 orang yang membeli. Belum lagi karena kelakuanku yang memang suka mengambil margin yang tipis, berkisar antara 1-5% dari masing-masing barang, so masih belum cukup memuaskan. Meskipun aku tetap punya keinginan untuk berdagang, karena dalam agamaku dijelaskan bahwa 9 dari 10 pintu rizki adalah berdagang.
Lalu dari situ, di tengah getolnya pemerintah mempublikasikan gerakan Yuk Nabung Saham, aku mulai tertarik untuk mendalami ilmu menabung saham. Ya, awalnya memang aku niatkan untuk menabung saham, karena memang di agamaku pula dikatakan bisnis saham terutama trading saham itu dekat dengan perjudian, untung-untungan, gambling, dan sebagainya. Bermodal niat tersebut akhirnya aku apply di salah satu sekuritas di Jakarta yang memang terkenal sebagai sekuritas ritel alias recehan dimana kita bisa memulai berinvestasi saham (lho kok berubah lagi menjadi investasi saham, tadi kan nabung saham) hehehehe.....yaitu Indopremier, karena dengan modal Rp100.000 kita bisa memulai berinvestasi saham.
Oke setelah melalui beberapa proses, akhirnya aku mulai bisa berinvestasi saham, live di meja kantor ku. Kebetulan pula saat itu ada teman kantor yang memulai investasi saham juga (gak tau ya, mungkin kronologi awal mereka berinvestasi saham adalah tentang additional income tadi). Jadilah kita bikin forum bersama, yang saling tukar informasi tentang saham apa yang dibeli saham apa yang dijual dan beberapa aktifitas investasi saham lainnya. Bedaanya adalah, caps (maksudnya modal) mereka lebih tinggi dari aku. Yah, bisa barangkali 10 kali lipat dari modalku. hehehehe....maklum kaum sudra.
Lalu akitifitas trading saham (lho kok jadi trading saham sekarang) dimulai. Iya, karena memang saham yang volatil alias loncat-loncat itu sangat menarik dan profitabilitasnya tinggi, aku sendiri bahkan pernah profit 40% dari modal yang aku tradingnya dalam waktu hanya 30 menit. Loss alias resiko? ya jangan ditanya, high risk high return, itu istilahnya, duit ilang Rp200.000 dapat sekejapan mata juga bisa, atau nyangkut dalem juga bisa. Nah memang mungkin itu awalnya proses pembelajaran investasi saham ya. Aku gak tau saham apa yang dibeli, kapan waktu yang tepat suatu saham dibeli, dan kapan aksi jual yang tepat, misal untuk melindungi kerugian atau mendapatkan keuntungan. Nah, dari peristiwa itu kemudian aku pelan pelan belajar untuk tidak menjadi pencopet saham yang hanya mengandalkan tren harga naik dan volume saham yang diperjual belikan. Perlahan-lahan aku mulai mempelajari analisis fundamental dan analisis teknikal. Dari pembelajaran itu memang akhirnya aku menemukan ritme yang santai, tidak grusa grusu karena kita sudah yakin (tentu berdasar ya) akan suatu pergerakan harga saham.
So, apa berikutnya? ya aku akan selalu belajar dan beajar berinvestasi saham (saat ini portofolioku alhamdulillah berisi saham yang notabene merupakan saham saham dari perusahaan yang memiliki kinerja yang bagus) dengan ritme jangka panjang, yak...mungkin akhirnya kembali kepada program yuk nabung saham, hehehe.... Tapi tetep, keinginan untuk berdagang secara harfiah baik dilakukan melalui offline atau online tetap ingin aku wujudkan.
Lalu dari situ, di tengah getolnya pemerintah mempublikasikan gerakan Yuk Nabung Saham, aku mulai tertarik untuk mendalami ilmu menabung saham. Ya, awalnya memang aku niatkan untuk menabung saham, karena memang di agamaku pula dikatakan bisnis saham terutama trading saham itu dekat dengan perjudian, untung-untungan, gambling, dan sebagainya. Bermodal niat tersebut akhirnya aku apply di salah satu sekuritas di Jakarta yang memang terkenal sebagai sekuritas ritel alias recehan dimana kita bisa memulai berinvestasi saham (lho kok berubah lagi menjadi investasi saham, tadi kan nabung saham) hehehehe.....yaitu Indopremier, karena dengan modal Rp100.000 kita bisa memulai berinvestasi saham.
Oke setelah melalui beberapa proses, akhirnya aku mulai bisa berinvestasi saham, live di meja kantor ku. Kebetulan pula saat itu ada teman kantor yang memulai investasi saham juga (gak tau ya, mungkin kronologi awal mereka berinvestasi saham adalah tentang additional income tadi). Jadilah kita bikin forum bersama, yang saling tukar informasi tentang saham apa yang dibeli saham apa yang dijual dan beberapa aktifitas investasi saham lainnya. Bedaanya adalah, caps (maksudnya modal) mereka lebih tinggi dari aku. Yah, bisa barangkali 10 kali lipat dari modalku. hehehehe....maklum kaum sudra.
Lalu akitifitas trading saham (lho kok jadi trading saham sekarang) dimulai. Iya, karena memang saham yang volatil alias loncat-loncat itu sangat menarik dan profitabilitasnya tinggi, aku sendiri bahkan pernah profit 40% dari modal yang aku tradingnya dalam waktu hanya 30 menit. Loss alias resiko? ya jangan ditanya, high risk high return, itu istilahnya, duit ilang Rp200.000 dapat sekejapan mata juga bisa, atau nyangkut dalem juga bisa. Nah memang mungkin itu awalnya proses pembelajaran investasi saham ya. Aku gak tau saham apa yang dibeli, kapan waktu yang tepat suatu saham dibeli, dan kapan aksi jual yang tepat, misal untuk melindungi kerugian atau mendapatkan keuntungan. Nah, dari peristiwa itu kemudian aku pelan pelan belajar untuk tidak menjadi pencopet saham yang hanya mengandalkan tren harga naik dan volume saham yang diperjual belikan. Perlahan-lahan aku mulai mempelajari analisis fundamental dan analisis teknikal. Dari pembelajaran itu memang akhirnya aku menemukan ritme yang santai, tidak grusa grusu karena kita sudah yakin (tentu berdasar ya) akan suatu pergerakan harga saham.
So, apa berikutnya? ya aku akan selalu belajar dan beajar berinvestasi saham (saat ini portofolioku alhamdulillah berisi saham yang notabene merupakan saham saham dari perusahaan yang memiliki kinerja yang bagus) dengan ritme jangka panjang, yak...mungkin akhirnya kembali kepada program yuk nabung saham, hehehe.... Tapi tetep, keinginan untuk berdagang secara harfiah baik dilakukan melalui offline atau online tetap ingin aku wujudkan.