Wednesday, 3 September 2008

Bagaimana Bisa

Tatkala engkau meminta
Tanpa bertanya untuk apa
Aku selalu mengabulkannya

Bahkan ketika engkau mengingkariku
Tak tega ku memarahimu
Tak peduli apapun kondisiku
Bagaimana kondisiku
Aku akan berjuang untukmu


Sepintas kata-kata yang terlintas ketika aku melihat orang tua berjuang demi anaknya. Dihimpit kondisi keuangan yang tak terlalu mencukupi. Dengan bersusah payah berjuang mengais rejeki di sulitnya kondisi saat ini. Ribuan demi ribuan dikumpulkan. Tak sampai di sebuah kotak celengan atau buku rekening bank. Semua impas semua amblas tak tersisa. Mengingat kebutuhan yang kian bertubi-tubi. Jumlah anak yang tak hanya dua. Di mana biaya pendidikan semakin melonjak tak terhingga. Di dukung pula dengan daya konsumtif sang anak yang salah satunya menginjak usia remaja.

Bagaimana bisa?seorang anak tega meminta uang kepada orang tua hanya untuk maen, apel, beli pulsa yang tak begitu tahu kemana arah manfaatnya. Mungkin bagi sebuah keluarga yang memiliki alokasi dana berlebih dapat membaginya. Namun bagi seorang pekerja tanpa gaji yang tetap. Kadang pasang sering surut.
Di dukung lagi dengan sang anak yang menjelang remaja terkena sakit yang berhubungan dengan syaraf. Yah, mau tak mau orang tua harus menuruti apa mau sang anak. Karena ketika sang anak meminta tak diberi, maka sang anak akan mengalami depresi atau semacam stres yang berlarut yang menyebabkan kejang-kejang.

Orang tua mana yang tega menyaksikan pemandangan itu. Sang anak sakit gara-gara orang tua tak mampu penuhi inginnya.

Aku menyayangkan sikap sang anak. Dengan kondisinya yang telah diberi batasan oleh Allah SWT justru tidak membuat dia semakin sadar bahwa hidup ini tidaklah lama. Namun bagaimana bisa dia justru memanfaatkan sakitnya untuk meminta sesuatu barang kepada orang tuanya. Mikir gak mikir sang orang tua pun pasti mikir.
Kenapa sang anak tak bisa berpola hidup sederhana?

Dengan Handphone yang memungkinkan untuk browsing internet, foto-foto, dengeriin MP3, sang anak bergaya dengan penyakitnya yang selalu menjadi beban pikiran orang tuanya.

Akhir-akhir ini ada permintaan dari sang anak yang sungguh berat.
Minta sepeda motor.
What!!!bagaimana bisa?bagaimana nanti bila saat berkendara kejang-kejangnya kambuh, terus jatuh dan berakibat yang sangat tidak diinginkan. Siapa yang akan bertanggung jawab.

Lagi-lagi di sini orang tua merasakan repot. Selain bagaimana cara mendapatkan motor tersebut juga bagaimana dampak nantinya bila sang anak punya motor.
Dengan dalih sakitnya tersebut dan menunggu terkabulnya permohonan itu kini sang anak sudah tidak masuk sekolah satu bulanan.
Bagaimana bisa?

Ya kalo dengan dikabulkannya permintaan itu bisa menjadikan dorongan/ motivasi belajar. Tapi pada kenyataannya tidak. Cuma buat bergaya di depan temen, di depan cewek.
Bagaimana bisa?

Memang sih, hidup ini sangatlah beraneka ragam. Tapi sampai kapankah sang orang tua mampu mengcover kebutuhan sang anak kalo terus-terusan seperti ini. Lambat laun genangan air pun pasti akan kering. Yah, umur akan bertambah, tenaga akan berkurang kemampuan mencari rejeki pun pasti kian menurun.

Bagi para pembaca blog ini, aku memohon doanya agar sang anak tersebut kian tersadar. Bahwa dengan apa yang telah atau sedang dideritanya bukan menjadikan alasan untuk memeras atau meminta kepada orang tua. Agar sang anak benar-benar mengerti dan memahami bahwa hidup ini tak lama. Bukan berarti tak lama harus menggeberkan hidup di dunia ini. Namun bagaimana mencari bekal di akherat nanti. Semoga sang anak dapat merubah pola hidupnya menjadi lebih sederhana. Memahami kondisi keluarganya dan bahkan sangat diharapkan agar dia mampu membantu kedua orang tuanya. Amiin…