Monday, 2 August 2010

Batu Kecil di Bawah Telapak Kakiku

Menunduk aku menyusuri jalan desa sore itu
Menghirup setiap dengus nafas alam
Yang terkadang menyapu wajahku dengan hempasan debu nan tipis
Melambaikan rambutku menari bak biri-biri
Yang berlari mencari liang rumput yang menari

Aku tertegun menatap kelopak mentari
Berkecipak mesra dalam taburan riuh air sungai
Meniduri tiap relung goa-goa bumi
Seakan menelan semua sunyi yang teriuh angkasa

Perlahan langit gelap
Mendung pekat nan gelap menyapu angkasa
Namun bukan mendung tatkalan hendak hujan
Bukan mendung yang dirindukan petani saat musim tanam
Namun mendung yang membisukan umat manusia
Menggelapkan alam bumi semesta

Aku berjalan
Berbalik punggung terhadap mentari
Yang semakin ragu untuk menerangi
Semakin ragu untuk mengakui
Bahwa saatnyalah untuk pergi

Aku berjalan dan menginjak
Sebuah batu kecil yang melekat di bawah telapak kakiku
Yang menancap serasa tak mau lepas dari kulit ari ku
Yang mencoba berlari pergi rai baluran tanah di sekitarnya

Batu kecil di bawah telapak kakiku
Engkau melekat
Engkau hengkang dari singasanamu
Di hamparan jalan berbatu berhiaskan debu yang membentang luas

Batu kecil di bawah telapak kakiku
Kan ku bawa engkau seiring waktu akan menidurkanku
Kan ku bawa engkau hinggap di setiap persinggahanku
Kan kubiarkan kau terus memeluk kulit ariku

Semoga tetesan keringatku tak memisahkanmu
Semoga hembusan angin tak menerbangkanmu
Karena aku tahu
Setiap berat semangatmu
Engkau ingin selalu bersamaku