Menjadi seorang suami adalah suatu gerbang baru menyatukan
dua kehidupan keluarga. Dua menjadi satu bahkan banyak menjadi satu. Keluarga
baru itu sendiri, keluarga laki-laki, dan keluarga perempuan lengkap dengan
seluruh silsilahnya. Bukan perkara yang sederhana memang. Terlepas dari ego
masing-masing semua harus rela dan bahagia menjadi sebuah hubungan kekerabatan
yang satu.
Ketika seorang laki-laki meminta kepada orang tuanya untuk
dilamarkan dengan seorang perempuan, akan terbesit dalam pemikiran bahwa anggota
keluarga akan bertambah, tidak hanya satu melainkan berentetan individu di
sana. Mau tidak mau, suka tidak suka itu adalah konsekuensinya. Ada lagi yang
beranggapan bahw a dengan pernikahan itu maka tanggung jawab mendidik dan
menaungi kehidupan dunia sebagai bekal akherat nanti berpindah. Dari orang tua
ke seorang suami. Tatkala akad diikrarkan maka setampuk tanggung jawab
beralih secara sendirinya. Amal kebaikan dan dosa turut serta dalam hingar
bingar kemegahan resepsi pernikahan. Semua mengalir begitu saja menjadi
tanggung jawab seorang manusia yang bernama suami.
Bagaimana kemudian nanti seorang suami melanjutkan
mendidik istri yang sekian tahun sudah dididik oleh orang tua menjadi pribadi
yang luar biasa. Amal dan dosanya. Tidak hanya itu saja, seorang suami masih
juga memikul tanggung jawab atas keluarga orang tuanya bahkan keluarga sang
istrinya. Tetap menjaga tali ukhuwah islamiah diantaranya. Bukan sekedar membina sebuah keluarga yang sakinah,
mawadah, warohmah seperti yang menjadi jargon ucapan ketika dua pasang manusia
menikah. Ada tanggung jawab yang luar biasa disana.
Tatkala istri harus berpisah secara kewajiban dari orang
tuanya. Kewajiban patuh kepada suami yang lebih utama daripada patuh kepada
orang tuanya. Tentuny itu juga tidak menafikkan kewajiban untuk senantiasa
berbakti kepada orang tua. Namun, dengan pikulan tanggung jawab yang luar biasa
di pundak seorang suami menjadikan keutamaan baginya untuk dipatuhi oleh sang
istri.
Untuk hal ini sudah beberapa literatur yang aku baca, sebagian
besar memang menyatakan bahwa lebih utama patuh atau taat kepada suami
dibandingkan kepada orang tua (tentu saja bukan dalam hal yang bertentangan
dengan perintah Alloh). Ada penggambaran sahabat nabi yang hendak pergi
berperang dan melarang untuk keluar rumah, bahkan pada saat orang tua istri
sakit hingga meninggal Nabi Muhammad berpesan agar senantiasa menjaga amanah
suami tersebut. Luar biasa bukan?.
Meski ada beberapa artikel yang menyatakan hal sebaliknya,
yaitu mengutamakan bakti kepada orang tua daripada suami. Namun, aku kemudian menarik kesimpulan dari beberapa hal
tersebut. Kepatuhan istri kepada suami tak lain timbul karena tanggung jawab
suami kepada istri baik di dunia maupun di akhirat. Setampuk beban dan tugas
untuk melanjutkan pendidikan istri yang dahulunya dibebankan kepada orang tua.
Masih ingat bukan dengan istilah "wanita itu bak tulang rusuk yang
bengkok, terlalu keras mendidik dia akan patah, terlalu lemah maka ia tetap
akan bengkok". Luar biasa bukan?
Lalu kepada siapa sebenarnya istri harus utama untuk
patuh?suami atau orang tua. Dalam hal ini istri juga harus mengerti tentang
beratnya tanggung jawab suami paska diterima nikah dan kawinnya atas dirinya.
Kepatuhan seorang istri yang tetap berada dalam koridor jalan Alloh, jalinan
tali silaturahmi antara seorang anak dengan kedua orang tua. Semua berada pada
bagaimana memilah antara suami dan orang tua. Keutamaan mentaati suami dalam
menjalankan kehidupan keluarga demi keutuhan rumah surga, tentu saja tidak
mengabaikan orang tua.
Lalu bagaimana apabila terdapat pertentangan antara suami
dengan orang tua?
Menjadi utama memang untuk lebih taat kepada suami, dan
dalam hal ini istri juga harus mengerti apa landasan dari kedua belah
pihak..sisi manfaat dan madhorotnya. Sesuai tidak dengan jalan Alloh. Suami
juga tidak bisa begitu saja merasa bahwa dia adalah seorang penguasa atas
seorang istri tanpa berlandaskan pada ajaran agama. Dia memang memiliki kuasa
terhadap istri tapi tentu saja tidak mengarahkan kepada jalan yang menjauhi Alloh.
Lalu suami atau orang tua?selama sikap atau perintah
seorang suami berlandaskan pada nilai-nilai yang diperintahkan oleh Alloh maka
mutlak suami adalah keutamaan taat, sedangkan apabila ketaatan pada suami atas
perkara yang tidak dilandaskan pada perintah Alloh maka hal itu menjadi hal
yang bisa dikesampingkan istri. Tapi ingat juga, baik suami maupun istri hendak
menyampaikan pendapat dalam sebuah peristiwa yang lembut dan harmonis. Bisa
saja melalui perdebatan sengit, tapi wajib dihindarkan dari mencela atau
memojokkan. Lagi-lagi semua harus dilandaskan pada perintah Alloh.
Bukan cita-cita bukan? rumah tangga menjadi retak bahkan
bubar gara-gara perbedaan pendapat dan masing-masing saling keras kepala
mempertahankan pendapatnya. Oleh karena itu istri musti mengerti tanggung jawab yang
dipikul oleh seorang suami, dan seorang suami juga tidak bisa melupakan bakti
anak terhadap orang tuanya. Ada kutipan dari ayat Al Quran bahwa Alloh akan memberikan
jodoh kepada orang baik dari golongan orang yang baik, demikian pula
sebaliknya. Jadi ketika suami atau istri mendapatkan pasangan yang
"menurutnya kurang baik" maka dia juga harus intropeksi diri seberapa
baik dirinya.