
Engkau menghelakan nafas sejenak
Berpikir untuk meninggalkan tanah kelahiran
Meninggalkan orang-orang yang teramat dekat
Untuk mencari kehidupan yang lebih baik
Demi sepeser uang yang bisa dikirimkan tiap bulan
Engkau berpikir untuk menjadi buruh kontrak pabrik
Saat hatimu mantab untuk pergi
Telah menggelayut mimpi-mimpi indah di sana
Bekerja dengan menerima upah yang sedemikian besar
Dikirmkan atau dibelikan barang-barang impian
Saat engkau pergi
Buliran air matamu menetes tatkala ucapkan selamat tinggal
Sekaligus menjadi air mata semangat bahwa kelak akan berhasil
Kelak akan membanggakan kampung tercinta
Sesaat tersadar saat mimpi itu tidaklah indah seperti awalnya
Tatkala selembar kertas telah engkau tandatangani
Mesti apa yang tertulis tak sesuai kehendak hati
Namun apa daya, mimpi biarlah membayangimu
Tak sudi kembali melihat harapan pupus
Hari demi hari engkau jalani
Bahkan seringkali malam pun engkau masih terjaga
Tanganmu yang terampil bersanding dengan teknologi
Piranti yang tak pernah kau temui sebelumnya
Kini terkadang isak tangismu lirih terdengar
Seiring waktu yang menenggelamkan mimpimu
Kiriman tiap bulan yang diharapkan hanya menyisakan utang
Atau bahkan mesti dibayar dengan lima hari tak makan
Semua telah berlalu begitu saja
Tak ada daya untuk bangkit berdiri dan berteriak tentang mimpimu
Serikat buruh yang sering digemborkan
Hanya menjadi sebuah cabe pedas sementara
Menghardik namun tanpa kuasa
Buruh Kontrak Pabrik
Hasil karyamu telah dinikmati sekian penduduk bumi
Namun penghargaan tak ayal engkau kecap
Mungkin sedikit kebanggaan yang dapat kau tanamkan
Tatkala melihat hasil karyamu digunakan orang lain
Engkau bisa berkata
Itu hasil karyaku