Thursday, 18 March 2010

Buruh Kontrak Pabrik


Engkau menghelakan nafas sejenak
Berpikir untuk meninggalkan tanah kelahiran
Meninggalkan orang-orang yang teramat dekat
Untuk mencari kehidupan yang lebih baik
Demi sepeser uang yang bisa dikirimkan tiap bulan
Engkau berpikir untuk menjadi buruh kontrak pabrik

Saat hatimu mantab untuk pergi
Telah menggelayut mimpi-mimpi indah di sana
Bekerja dengan menerima upah yang sedemikian besar
Dikirmkan atau dibelikan barang-barang impian

Saat engkau pergi
Buliran air matamu menetes tatkala ucapkan selamat tinggal
Sekaligus menjadi air mata semangat bahwa kelak akan berhasil
Kelak akan membanggakan kampung tercinta

Sesaat tersadar saat mimpi itu tidaklah indah seperti awalnya
Tatkala selembar kertas telah engkau tandatangani
Mesti apa yang tertulis tak sesuai kehendak hati
Namun apa daya, mimpi biarlah membayangimu
Tak sudi kembali melihat harapan pupus

Hari demi hari engkau jalani
Bahkan seringkali malam pun engkau masih terjaga
Tanganmu yang terampil bersanding dengan teknologi
Piranti yang tak pernah kau temui sebelumnya

Kini terkadang isak tangismu lirih terdengar
Seiring waktu yang menenggelamkan mimpimu
Kiriman tiap bulan yang diharapkan hanya menyisakan utang
Atau bahkan mesti dibayar dengan lima hari tak makan

Semua telah berlalu begitu saja
Tak ada daya untuk bangkit berdiri dan berteriak tentang mimpimu
Serikat buruh yang sering digemborkan
Hanya menjadi sebuah cabe pedas sementara
Menghardik namun tanpa kuasa

Buruh Kontrak Pabrik
Hasil karyamu telah dinikmati sekian penduduk bumi
Namun penghargaan tak ayal engkau kecap
Mungkin sedikit kebanggaan yang dapat kau tanamkan
Tatkala melihat hasil karyamu digunakan orang lain
Engkau bisa berkata
Itu hasil karyaku

Tuesday, 2 March 2010

RumahTetangga

Berdiam dalam sebuah rumah yang kita singgahi
Yang dibangun dengan segala daya upaya
Bongkahan keringat dan semangat terperas di sana

Serpihan kayu yang berserakan disingkirkan
Debu yang terhempas dikumpulkan
Demi kebersihan rumah sendiri

Tembok polos disiram warna
Hiasan ditempel
Perabot dijejalkan

Kepuasan tersendiri menyembul
Saat melihat hasil karya terpampang megah
Berdiri sendiri dalam tatapan mata tunggal

Namun tatkala pemandangan itu bersandingan
Tatkala muncul perbandingan
Dimana ada rumah yang lain di sana

Meski dengan warna yang sama
Meski dengan struktur desain yang sama
Namun terkadang menilai jadikan nilai

"Urip iku wang sinawang
Peribahasa Jawa yang terkadang benar adanya

Hanya satu kata yang bisa menumpulkan semua itu
Meniadakan nafsu iri hati

Syukur...
Karena apa yang terlihat indah belum tentu indah adanya