Saturday, 30 June 2012

Bulan Madu Aku & Istriku

Perjalanan waktu telah menghantarkan hubungan kami kepada sesuatu hubungan yang lebih sakral. Diakui dan disaksikan secara resmi oleh banyak orang dan bahkan telah tercatat dalam lembaran negara yang mungkin akan disimpan dalam berkas berkas data di Kementerian Agama. Tentu saja akan disimpan dalam berkas Alloh SWT yang akan menjadi pertanggungjawaban kami kelak.

Seusai kami melangsungkan acara tersebut dan lumayan capai dalam melakukan bantu membantu membersihkan sisa sisa penghantar kebahagiaan. Kami menentukan untuk melakukan penyegaran jasmani dan rohani sekaligus melakukan liburan. Bali.

Sebenarnya perjalanan ini telah kami rencanakan jauh hari sebelum kami menjadi satu dalam sebuah naungan keluarga. Karen mengingat kami bukanlah orang yang dengan mudah menjentikkan jari untuk memperoleh rizki dari Alloh SWT. Demi menjangkau harga tiket pesawat yang relatif terjangkau untuk liburan ini.

Berangkat dari rumah masing-masing (mengingat rumah orang tua kami hanya berkisar 200 meter), pihak dari keluarga kami menghantarkan kami dan melepas kepergian kami dengan kebahagiaan dan harapan di Stasiun Wates. Ya, perjalanan kami menuju Bandara Adi Sutjipto kami tempuh dengan menggunakan Kereta Prambanan Ekspres atau lebih dikenal dengan sebutan Prameks. Kebetulan saat itu flight pesawat Garuda Indonesia dari Yogyakarta menuju Bali berada pada pukul 08.15 dengan batas waktu untuk check in adalah pukul 07.45. Dengan perhitungan yang tepat Prameks mengantarkanku tepat pada pukul 07.15 sampai di Stasiun Maguwo (stasiun ini hanya berjarak 100 meter dari airport).

Dengan langkah tersenyum kami bergegas menuju counter check in untuk pengurusan administrasi penerbangan. Karena kemudian dirasa waktu masih lama, dan berhubungan kami memang belum sarapan akhirnya kami memutuskan untuk sarapan di salah satu tempat makan di bandara tersebut. Setelah beberapa kunyahan makanan tersebut masuk ke dalam mulut kami akhirnya kami berberes diri dan akhirnya menuju ruang tunggu mengingat ada pengumuman yang menyatakan bahwa pesawat kami telah dinyatakan boarding dan para penumpang dipersilakan untuk naik ke dalam pesawat.

Di dalam pesawat kami bersendau gura layaknya pengantin baru, ya kami memang masih pengantin baru...hehehe. Pemandangan di luar jendela menjadi sangat indah ketika aku melihat bayangan istriku sebelum aku menembus kaca jendela pesawat itu. Beberapa menit berada di dalam pesawat akhirnya pesawat melewati areal Pegunungan Bromo, sang pilot menjelaskan sedikit tentang kisah Gunung Bromo ini.

Tak berapa lama kemudian pesawat mulai turun dari ketinggian 25.000 kaki karena dinyatakan telah akan mendarat. Memang tak berapa lama kemuian pesawat medarat tepat di Bandara Ngurah Rai Bali. Jujur Bali bukan merupakan tempat yang begitu asing untukku, karena beberapa perjalanan dinas dari kantorku telah menghafalkanku tentang Pulau Bali ini. Aku pun sudah punya kenalan rental mobil dan motor di pulau tersebut. Sehingga tanpa susah payah kami sudah segera mendapatkan sewa sepeda motor setiba aku di Pulau Bali, serta dicarikan hotel yang sesuai dengan budget yang telah kami sebutkan sebelumnya.

Format dari bulan madu kami ini adalah format backpacker (maunya sih gitu), dengan menyewa motor kami berniat untuk melakukan perjalanan ke beberapa tempat di Pulau Bali. Dengan sedikit banyak wawasanku tentang Bali, maka aku perkenalkana pula daerah daerah yang aku mengerti kepada istriku. Dan kebetulan pula istriku memiliki teman kerja yang berdinas di Pulau Bali. Jadi kami tidak terlalu kerepotan dalam menentukan kemana kami harus menuju. Hanya saja dengan cuaca Bali yang tropis sering kali menjadikan kami untuk lebih betah berada di dalam kamar hotel.

Beberapa gambar yang kemudian menjadi saksi bulan madu kami berhasil kami abadikan dalam sebuah rentetan foto yang hanya kami ambil dari kamera handphone (kebetulan si pocket camera lupa tiada dibawa).

Hotel dengan rate kamar Rp 250.000,00 per malam yang terkadang sering memanjakan kami dengan suhu kamar yang menggelayuti kami seolah tiada boleh pergi dari kamar ini.

Garuda Wishnu Kencana

The Mother Of Pura in Bali ... Besakih

Danau Kintamani / Danau Batur

Sebenarnya ada spot spot yang menarik namun karena kami saking terkesimanya dengan pemandangan indah dan masa kebahagiaan kami banyak yang terlewat dari lensa Blackberry kami.

Hingga akhirnya kami telah melewati 3 hari di Bali dan harus segera meninggalkan pulau ini untuk kemudian memulai hari yang baru di Ibukota Negara (Jakarta) dalam sebuah bahtera rumah tangga. Rumah tangga Wardana Wardhani.








Thursday, 21 June 2012

The Wedding Day

Sabtu Pahing tanggal 2 Juni 2012 pukul 09.00. Adalah waktu yang terpilih untuk dijadikan hari pernikahanku dengan calon istriku. Yessi Puspita Wardhani dan Andhika Willy Wardana. Sekilas tiada tergambar makna dari hari dan tanggal yang dipilih tersebut. Namun di balik pemilihan hari tersebut ada makna yang terkkandung di dalamnya. Yang pertama menjadi alasan dipilihnya hari itu beberapa hari yang lalu saat aku melamar calon istriku. Adalah hari ulang tahun calon istriku yang jatuh pada tanggal 2 Juni. Dan entah tanpa kesengajaan, tanggal 2 Juni 2012 jatuh pada hari pasaran Sabtu Pahing. Sabtu pahing adalah hari pasaran kelahiranku.

Setelah beberapa waktu yang lalu aku dan calon istriku mempersiapkan diri (tentunya beserta keluarga). Akhirnya datang pula hari ini. Sabtu 2 Juni 2012.
Karena jarak rumahku dengan rumah calon istriku (yah sekitar 200 meter saja), aku dan rombongan dari rumahku cukup melenggangkan kaki untuk menuju kediaman keluarga calon istriku. Beberapa orang membawa tatakan oleh oleh dan untuk maharnya sendiri dibawa oleh bulikku.

Perlahan tapi pasti aku dan rombongan bergerak mendekat. Perlahan pula aku melihat betapa riuhnya kediaman calon istriku. Aku mengenakan setelan jas hitam dengan kemeja putih serta dasi abu abu bergaris biru. Aku beberapa kali diperingatkan oleh rombongan untuk tidak berjalan cepat. Tapi entahlah mungkin karena sudah merupakan kebiasaanku berjalan cepat.

Akhirnya pun setelah berjabat tangan dengan beberapa orang yang telah ditunjuk menjadi among tamu atau penyambut tamu, aku sampai di tempat duduku yang memang secara khusus disediakan untuk aku dan calon istriku. Calon istriku mengenakan kebaya muslim warna putih dihiasi beberapa untaian bunga melati. Cantik saat itu (sampai sekarang pun masih cantik kok istriku).

Sayup sayup namun pasti terdengar suara sang penghulu memberikan petunjuk dan arahan untuk aku dan wali dari calon istriku yang tiada lain adalah ayah dari calon istriku dan merupakan calon ayah mertuaku.

Setelah beberapa pengantar, waktunya datang juga. Pengucapan akad nikah atau ijab qobul. Pada saat itu telah dipilih bahwa akad nikah menggunakan bahasa jawa. Dan alhamdulillah karena kebetulan aku lahir dan telah lama tinggal di kawasan orang orang yang berbahasa jawa, aku dapat dengan lancar mengucapkan akda nikah dalam bahasa jawa tersebut tanpa membaca teks dan alhamdulillah tanpa ada pengulangan.

Banyak mata mata tertuju saat aku mengucapkan akad nikah itu. Suara lantang sang calon ayah mertua menegaskanku untuk bebricara lantang saat aku mengucapkan akad nikah tersebut.

Dua tangan menyeka wajah ketika aku selesai mengucapkannya. Alhamdulillah...

Monday, 11 June 2012

Detik Detik Menjelang The Big Day

Masa masa itu menjelang juga. Masa masa di mana aku akan berstatus menikah. Masa masa auku akan menjadi seorang pemimpin keluarga. Menjadi seorang suami dari seorang istri. Menjadi seorang imam dari seorang makmum. Mengambil anak dari keluarga yang berbeda untuk hidup bersamaku. Mengarungi riak riak kehiduapn ini.

Ijab qobul a.k.a akad nikah insyaAlloh akan dilaksanakan pada tanggal 2 Juni 2012 (sudah berlalu sih sebnarnya waktu itu, cuma baru kesampaian postingnya). Lalu aku mulai ambil cuti pada tanggal 26 Mei 2012. Mungkin sebagian orang bilang kalau aku mengambil cuti terlalu lama di depan. Tidakkah begitu?tentu tidak, karena acara hajatan di desa itu membutuhkan beberapa hari untuk persiapan (tanpa mengingkari kalau hajatan pernikahan di kota juga membutuhkan waktu persiapan. Tapi karena beberapa item di rumah desa musti ngurusin sendiri dan jujur agak rempong yah jadinya musti cuti agak lama di depan. Lagian biar tampak fresh pula tatkala duduk di pelaminan. Kan istirahat lama di rumah yang notabene sebuah pedesaan yang minim polusi (selain orang bakar sampah dan asap knalpot sepeda motor.

Perlahan tapi pasti, detik detik itu kurasakan. Senin, Selasa terasa masih agak biasa. Tapi begitu memulai masuk hari Rabu, mulai kerasa deg deg an, grogi untuk hari sabtu sudah menggelora. Bahkan ada sedikit rasa tak rela melepas masa masa jejaka. Tapi dalam hati tetap mantap untuk mensegerakan datangnya hari Sabtu.

Ikrar ijab qobul sudah ada di tangan dan alhamdulillah sudah aku hafal. Yah, karena memang aku berasal dari salah satu desa yang berada di wilayah propinsi Yogyakarta. Maka diputuskan untuk melafalkan akad nikah dengan menggunakan bahasa Jawa. "Kula tampi nikahipun sedherek .... binti .... angsal kula Andhika Willy Wardana ... kanthi mas kawin kasebat kontan" Begitulah bunyi rapalan ijab qobul yang garis besarnya akan aku ucapkan nanti tatkala aku berjabat tangan dengan ayah dari calon istriku. Dan memang alhamdulillah pada kesempatan kali ini ayah dari calon istriku sendiri yang akan menikahkanku.

Detik detik ini terasa, dan aku mulai berpikir keras untuk ayolah segera hari sabtu. Segeralah lewati hari itu dan aku akan secara gagah mengucapkan ikrar ijab qobul itu.

the Last Day in Korea (episode 4)

Akhirnya perjalanan waktu ku mengikuti kegiatan Merger Workshop di Pulau Jeju, Korea menapaki pada akhir akhir masa. Akhir akhir masa aku menikmati gelapnya matahari di negeri tetangga. Beberapa hari di negeri dengan bendera Taegukgi cukup membuatku merindukan negeri asalku. Indonesia. Bahkan aku rindu kolotnya pemikiran pemikiranku dan ndesonya lingkunganku di kampung nun jauh di sana. Girinyono, Sendangsari, Pengasih, Kulonprogo.

Dengan beberapa masakan di sini yang rata rata tidak aku jumpai waktu aku kecil dulu. Nasi? ada sih cuma lauknya aja yang berbeda. citarasa masakan di sini pun berbeda ding. Kimci, seafood dan beberapa masakan yang terkadang disajikan dalam kondisi mentah atau setengah matang. Meski tak dapat aku pungkiri aku rindu dengan panasnya cuaca di Indonesia, hiruk pikuk manusia yang tiada teratur menapaki setiap kehidupan. Apalagi di Jakarta. Tapi aku akui aku rindu itu. Benar juga kata Mbak Lili (salah seorang seniorku di tempat aku bekerja). Bahwa sebagus apapun negeri orang pasti akan merindukan negeri sendiri.

Tapi paling tidak, perjalanan dinas kali ini membawa kesan tersendiri bagiku. Di mana aku bisa mengeksplore beberapa pengetahuan yang dimiliki oleh utusan utusan dari berbagai negara terkait regulasi tentang merger yang berlaku di negara mereka masing masing. Meskipun sebenarnya aku bisa mendapatkannya di website atau internet yang sering disebut sebagai jendela dunia. Tapi paling tidak, aku bisa bercakap-cakap dengan mereka secara langsung. Meski dengan logat bahasa Inggrisku yang kuentel dengan logat bahasa Jawa. hahahaha...dasar ndeso..

Sebagai oleh oleh hari terakhir, ternyata sang fotografer yang punya gawe memiliki misi untuk mengambil foto dari peserta workshop secara sembunyi sembunyi alias candid. Dan ternyata hasilnya bagus juga loh...hihihi entahlah emang kalao aku sendiri kalau dipoto dalam kondisi berpose hasilnya malah tak seindah aslinya alias lebih buruk dari kenyataannya. Emang aslinya juga gak bagus ding. Sebagai gambarannya berikut adalah foto yang diambil oleh sang fotografi.
Nah kalau tidak salah foto itu diambil saat peserta workshop sedang dalam agenda cofeebreak. Itu seseorang yang berjilbab putih dalam foto itu adalah Mbak Lili, iya dia saja yang mengenakan jilbab dalam workshop tersebut. Sampai Mr Jamal yang berasal dari Pakistan terpesona. hihihi..piss...

Oke perjalanan kemudian dilanjutkan sama persis ketika aku berangkat. Hanya saja dibalik. Dan untuk perjalanan pulang sampai di Bandara Incheon aku berdua saja dengan Mbak Wulan karena jadwal penerbangan Mbak LIli dan Mas Mulyawan dari Pulau Jeju berbeda atau selisih kurang lebih satu jam saja. Namun sayang sekali kami tidak sempat untuk mampir ke tempat perbelanjaan oleh oleh. Meskipun di bandara terdapat beberapa toko yang menjual oleh oleh dengan harga nominal yang sampai 5 kali lipat dari harga normal atau aslinya.

Beli sedikit oleh oleh untuk yang dirumah.

Selamat tinggal Korea..and I have to say that I love Indonesia so much...