Sabtu Pahing tanggal 2 Juni 2012 pukul 09.00. Adalah waktu yang terpilih untuk dijadikan hari pernikahanku dengan calon istriku. Yessi Puspita Wardhani dan Andhika Willy Wardana. Sekilas tiada tergambar makna dari hari dan tanggal yang dipilih tersebut. Namun di balik pemilihan hari tersebut ada makna yang terkkandung di dalamnya. Yang pertama menjadi alasan dipilihnya hari itu beberapa hari yang lalu saat aku melamar calon istriku. Adalah hari ulang tahun calon istriku yang jatuh pada tanggal 2 Juni. Dan entah tanpa kesengajaan, tanggal 2 Juni 2012 jatuh pada hari pasaran Sabtu Pahing. Sabtu pahing adalah hari pasaran kelahiranku.
Setelah beberapa waktu yang lalu aku dan calon istriku mempersiapkan diri (tentunya beserta keluarga). Akhirnya datang pula hari ini. Sabtu 2 Juni 2012.
Karena jarak rumahku dengan rumah calon istriku (yah sekitar 200 meter saja), aku dan rombongan dari rumahku cukup melenggangkan kaki untuk menuju kediaman keluarga calon istriku. Beberapa orang membawa tatakan oleh oleh dan untuk maharnya sendiri dibawa oleh bulikku.
Perlahan tapi pasti aku dan rombongan bergerak mendekat. Perlahan pula aku melihat betapa riuhnya kediaman calon istriku. Aku mengenakan setelan jas hitam dengan kemeja putih serta dasi abu abu bergaris biru. Aku beberapa kali diperingatkan oleh rombongan untuk tidak berjalan cepat. Tapi entahlah mungkin karena sudah merupakan kebiasaanku berjalan cepat.
Akhirnya pun setelah berjabat tangan dengan beberapa orang yang telah ditunjuk menjadi among tamu atau penyambut tamu, aku sampai di tempat duduku yang memang secara khusus disediakan untuk aku dan calon istriku. Calon istriku mengenakan kebaya muslim warna putih dihiasi beberapa untaian bunga melati. Cantik saat itu (sampai sekarang pun masih cantik kok istriku).
Sayup sayup namun pasti terdengar suara sang penghulu memberikan petunjuk dan arahan untuk aku dan wali dari calon istriku yang tiada lain adalah ayah dari calon istriku dan merupakan calon ayah mertuaku.
Setelah beberapa pengantar, waktunya datang juga. Pengucapan akad nikah atau ijab qobul. Pada saat itu telah dipilih bahwa akad nikah menggunakan bahasa jawa. Dan alhamdulillah karena kebetulan aku lahir dan telah lama tinggal di kawasan orang orang yang berbahasa jawa, aku dapat dengan lancar mengucapkan akda nikah dalam bahasa jawa tersebut tanpa membaca teks dan alhamdulillah tanpa ada pengulangan.
Banyak mata mata tertuju saat aku mengucapkan akad nikah itu. Suara lantang sang calon ayah mertua menegaskanku untuk bebricara lantang saat aku mengucapkan akad nikah tersebut.
Dua tangan menyeka wajah ketika aku selesai mengucapkannya. Alhamdulillah...
No comments:
Post a Comment