Friday, 15 February 2013

Kobe dan Osaka


hehehe... numpang nampang ya mas mbak....


aduuuhhh ini apa ya namanya aku lupa...tapi kalau di bahasa Indonesiakan sih taman Jam.... clock park??time park..ah lupa deh....


Nah ini dia nih penampakan Masjid Kobe...tapi aku foto dari kejauhan...mengingat waktu pelatihan aku belum sempat sholat di Masjid Kobe ini...hiks hiks..



Hotel di Kobe Port...


Penampakan menara Kobe Port...


Hadooohhhh ono aku juga lupa namanya...tapi sebelahan ama Kobe Port Tower


Monumen Mozaik


Nih dia plakat Kober Port Tower


Motomachi....daerah pecinan gitu deh...


IKEA..pusat perbelanjaan furniture gitu..kalau di Indonesia Informa gitu deh...tapi yang bikin takjub harga di sini furniturenya murah murah bo...dan ada contoh desain rumah yang kecil tapi simpel banget dan tidak berkesan sesek..


Nah kalau yang ini di Osaka...pas kunjungan ke Kantor Perwakilan JFTC Osaka mampir deh ke bangunan ini


Menara di kompleks Osaka Castle


Osaka Castle...tapi sayang..karena hari sudah sore dan suhu udara mencapai nol derajad gak bisa masuk ke dalam..padahal kalau siang pun tampaknya masih pikir pikir deh kalau mau masuk..bayarnya agak mahal boooo'...


Peta Osaka Castle Park


Kemudian aku berkesempatan naik kereta super cepat si Shinkansen dari Kobe ke Tokyo...

Saturday, 9 February 2013

Pelatihan di JICA Kobe Kansai

Setelah diceritakan sebelumnya tentang perjalanan ku dari Indonesia menuju Jepang, kali ini aku akan menceritakan tentang keseharianku di minggu pertama di Jepang. Aku mengingap di Sannomiya Terminal Hotel. Dan baru aku tahu ternyata desain kamar hotel di Sannomiya Terminal Hotel ini cenderung minimalis. Katanya sih kebanyakan hotel di Jepang memang menyukai desain ini, selain menarik alasan lahan yang mahal dan pajak yang tinggi menjadi pilihan para pengembang hotel untuk menciptakan desain kamar yang minimalis. Bahkan ada lho hotel kapsul. Sebagai gambaran kamar hotel Sannomiya Terminal Hotel, aku berhasil mengabadikan beberapa sudut di kamarku.

tampilan depan yang terdiri dari televisi, meja kerja dan jendela yang menghadap ke stasiun Sannomiya. Program tv di sini semua berbahasa Jepang, bahkan ada lho saluran khusus film porno dilengkapi dengan booklet jadwal acara atau filmnya (dengan membayar biaya tambahan, yang dikenal dengan istilah Pay TV.

tempat tidur dan lorong ke arah pintu dan kamar mandi.

suasana kamar mandi di Sannomiya Terminal Hotel, berisi bathup kecil berbentuk balok, closet dan wastafel.

Demikian simpelnya ruang kamar di hotel tersebut. Tapi meskipun minimalis, desain yang dimunculkan tidak menimbulkan kamar yang sempit, masih terasa sedikit lega apabila dibandingkan dengan hotel di Indonesia dengan ukuran kamar yang sama. Di kamar hotel ini pendingin ruangan justru jarang dihidupkan (tentu saja karena sekarang sedang musim dingin), yang dihidupkan justru adalah pemanas alias heater. 26-28 derajad merupakan suhu yang sangat bersahabat di kamar ini. Pemandangan di depan hotel yang berisi hiruk pikuk orang Jepang yang selalu sibuk dan pemandangan keteraturan dan ketertiban mereka.

Baiklah, sekarang lanjut ke perjalananku dari hotel menuju tempat pelatihan di daerah Kansai. Letak dimana JICA Kansai tempat kami pelatihan. Kami memiliki satu koordinator yaitu Mrs. Yamada. Sosok perempuan yang anggun berusia sekitar 30 tahun an yang pernah melakukan studi di Surakarta, Jawa Tengah dengan spesialisasi karawitan. Dengan sedikit logat Jepang Mrs. Yamada memandu kami baik dalam proses perjalanan sehari-hari maupun dalam proses pelatihan.

Perjalanan menuju JICA Kansai ditempuh dengan mengendarai kereta listrik dengan nama Japan Railways atau JR Trains. Dari hotel kami cukup berjalan kaki saja, karena stasiun Sannomiya berada tepat di bawah hotel kami.

Memang berbeda dengan kondisi KRL di Jakarta, meskipun padat dan sesak orang yang iingin naek kereta, tapi di sini orangnya tertib dan teratur. Tidak ada saling serobot. Kereta pun selalu datang tepat waktu sesuai dengan jadwal yang tertera. Jeda 10 menit kereta yang datang membuat orang tidak terlalu bernafsu untuk menyerobot kereta yang lewat. Dan ternyata operator kereta disini tidak cuma JR Trains saja, masih ada operator-operator KRL yang lain yang bisa memberikan pilihan kepada para calon penumpang untuk memilih kereta yang ada.

Setelah menaiki JR Trains tersebut, kami turun di Stasiun Nada, perjalanan kereta hanya ditempuh kurang dari 5 menit. Sangat cepat dan suasana di dalam kereta juga tidak ada yang berdesak-desakkan. Sistem tiketing disini juga sangat luar biasa teratur. Setelah membeli tiket dari mesin, tiket (yang terbuat dari kertas, yang dari kartu juga ada seperti kartu langganan kereta) kemudian dimasukkan ke dalam mesin di pintu masuk. Ketika diimasukkan seketika pula tiket tersebut sudah tersedia di depan kita (di sisi dalam mesin tersebut). Jadi untuk masuk penumpang memang harus menggunakan tiket tersebut. Tidak seperti di Indonesia dimana tiket akan disortir oleh petugas stasiun. Kemudian penumpang akan mengembalikan tiket tersebut di mesin yang sama pada saat keluar dari stasiun KRL tujuannya.

Setelah sampai di Stasiun Nada, kemudian kami melanjutkan perjalanan menuju JICA Kansai dengan cara berjalan kaki. Cara yang umum dilakukan oleh orang Jepang untuk menempuh atau menuju tempat bekerja. Jarak 2 km bukan merupakan jarak yang jauh untuk ditempuh dengan cara jalan kaki. Suasana udara yang segar dan lalu lintas yang sangat tertib dan tidak padat menjadikan jalan kaki adalah media transportasi yang sangat menyenangkan. Pengguna kendaraan bermotor sangat menghargai para pejalan kaki. Apabila bertemu di jalan raya (bukan trotoar), maka pengendara kendaraan bermotor akan mempersilakan para pejalan kaki untuk melintas terlebih dahulu.


Selain sehat, tentu saja berjalan kaki di negeri sakura ini sangat ekonomis. Bagaimana tidak, jujur saja menurutku bea tranportasi di sini bahkan biaya hidup yang lainnya relatif mahal apabila dibandingkan Indonesia tentu saja. Untuk naik kereta 5 menit saja musti mengeluarkan uang sebesar 120 Yen atau sekitar Rp. 12.000,00. Dan dengar-dengar disini orang juga tidak terlalu berambisi untuk memiliki kendaraan pribadi. Tarif parkir yang mahal, pajak kendaraan yang tinggi menyebabkan orang lebih memilih sarana transportasi umum. Itu pula yang kemudian menjadikan jalanan di Jepang ini sepi dan sedikit jumlah kendaraannya. Dan ada pula yang unik, desain mobil di Jepang cenderung minimalis dan compact, motor-motornya juga lucu-lucu. Banyak motor yang didesain memang untuk satu penumpang saja. Dan motor tua seperti supercub juga banya berkeliaran disini. Sisanya adalah motor matic dengan body bongsor atau motor dengan kapasitas mesin yang besar.

Setelah sekitar 10 sampai 15 menit kami berjalan kaki akhirnya kami tiba di gedung JICA Kansai. Hawa yang dingin memaksa kami untuk segera masuk ke dalam bangunan ini. Sesi foto-foto pun ditunda di kemudian hari saja. Mungkin karena itu adalah hari pertama kami berjalan kaki di Jepang sehingga kulit kami masih dalam masa adaptasi dengan udara di Jepang. Setelah melakukan beberapa prosedur admninistrasi termasuk briefing terkait program yang akan dilaksanakan berserta hak dan kewajiban yang diperoleh maka kami pun memulai pelatihan.



Tuesday, 5 February 2013

Perjalanan Menuju Jepang

Lagi-lagi aku mendapatkan kesempatan dari tempat aku bekerja untuk berangkat keluar negeri untuk mengikuti Focused Country Training. Kali ini tujuanku adalah Jepang. Negara yang pernah menjajah Indonesia dulu. Perjalanan ini sebenarnya tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Suatu hari atasan di kantorku menyampaikan pesan kepadaku bahwa aku ditunjuk untuk berangkat ke Jepang satu bulan setelah pesan tersebut sampai di handsetku. Bahkan pada saat itu aku sempat menyampaikan bahwa apakah ini sungguh benar-benar aku yang ditunjuk, kenapa aku dan kenapa bukan yang lainnya?. Hal itu aku tanyakan karena memang sebenarnya terdapat kandidat lain yang terdapat dalam daftar untuk mengikuti pelatihan tersebut. Mungkin rejeki dari Alloh SWT (karena dulu aku pernah sekali mendambakan Jepang adalah negara yang akan aku kunjungi).

Setelah dipilih pun terdapat beberapa pertanyaan dari rekan yang lain yang ditunjuk ke Jepang, kenapa namaku tiba-tiba muncul dalam daftar pelatihan tersebut. Bahkan aku sendiri sempat merasakan sebagai unwanted person dalam pelatihan ini. Tapi semua itu kutepis, toh aku kan tidak pernah meminta atau mengemis untuk ikut dalam program pelatihan ini melainkan aku diberikan kepercayaan, kesempatan sehingga ditunjuk untuk mengikuti pelatihan ini.

Setelah terbit surat tugas dari instansiku bekerja, akhirnya dimulailah pengurusan administrasi dari paspor, tiket dan visa serta pengisian beberapa aplikasi lainnya. Karena kami rombongan maka pengurusan dilakukan oleh salah satu rekanku. Setelah dilakukan pengurusan administrasi akhirnya dilakukan pula proses briefing di kantor JICA (Japan International Coorporation Agency) Indonesia yang terletak di Sentra Senayan II Jakarta Selatan. Dilakukan pengarahan pengarahan hal-hal apa saha yang kemudian boleh atau tidak boleh dilakukan di negeri sakura tersebut. Selain itu diberikan pula gambaran singkat tentang program pelatihan yang akan ditempuh di Jepang.

Setelah persiapan secara administratif selesai maka kemudian persiapan material. Penukaran uang rupiah ke Yen untuk bekal sementara di Jepang selama 2 hari (mengingat selanjutnya akan diberikan uang saku oleh JICA). Pada saat itu ditentukan besarnya penukaran adalah antara 5000 - 10000 Yen. Karena pada saat itu belum aku terima gaji dari kantorku akhirnya aku menukar dengan syarat minimal yaitu 5000 yen (sekitar Rp 540.000,00). Selain melakukan penukaran uang, dilakukan juga beberapa persiapan terkait apa saja yang musti di bawa ke pelatihan tersebut. Dikarenakan bulan Februari (bulan dilakukannya pelatihan) masih berada dalam musim dingin, maka kami diharapkan untuk mempersiapkan pakaian untuk musim dingin. Putar otak daripada beli akhirnya aku meminjam jaket dari rekanku Redhoan Oscar Pardamean (terima kasih ya Do..). Selain itu perlengkapan standar yang aku siapkan (istriku juga bantuin ding...thanks ya De'...).

Setelah semua perlengkapan lengkap maka kemudian tibalah saat keberangkatan. Dengan pesawat Japan Air Lines pada tanggal 2 Februari 2013 pukul 22.05 WIB di bandara internasional Soekarno Hatta. Seteleh semua peserta lengkap (sebelumnya kami berkumpul di Laras Cafe, depan gate D2), akhirnya kami beranjak untuk memasuki pesawat. Estimasi perjalanan adalah 6 jam. Sebelumnya tentu kami menjalani proses pada umumnya yaitu check-in dan pemeriksaan di imigrasi.

Setelah masuk ke dalam pesawat (kebetulan aku dapat di jendela) pramugari seperti biasanya menjelaskan tentang hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan slama penerbangan. Beberapa saat kemudian pesawat berhasil take off dengan lancar.Setelah itu pramugari membagikan handuk hangat dan snack serta minuman ringan. Kami juga dibagikan formulir yang harus diisi untuk diserahkan kepada petugas di Bandara Narita Jepang.

Setelah terisi, kemudian aku menikmati hiburan di layar monitor di depan kursiku, namun karena pesawat dari maskapai Jepang maka yang tersaji di layar monitor tersebut semua berbahasa Jepang, dan karena menurutku tidak menarik kemudian aku memutuskan untuk tidur saja. Beberapa jam tertidur, aku terbangun oleh suara-suara sendok dan gelas saling berdentingan disertai aroma makanan. Ahhaaa... makan pula akhirnya,kulirik jam di pesawat itu, oh ternyata 2 jam lagi tiba di jepang to. Sebenarnya pada malam hari tersebut aku sempat beberapa kali terjaga dan melongok ke jendela, ketika kulihat suasana luar gelap namun ada pancaran lampu di bawah (sepertinya sebuah pulau gitu, tapi entah pula apa).

Akhirnya kemudian garis horisontal berwarna jingga muncul di sisi jendelaku dan perlahan muncullah sang mentari yang mulai menunjukkan bahwa di bawahku adalah lautan. Beberapa saat kemudian akhirnya kami mendarat di Bandara Narita Jepang. Setelah turun dari pesawat, kami melakukan prosedural yang seperti biasa yaitu melapor kepada petugas imigrasi Jepang dan menyerahkan beberapa form yang telah kami isi di pesawat tadi.

Setelah melakukan proses prosedural tersebut akhirnya kami melanjutkan perjalanan lagi ke Haneda untuk melanjutkan penerbangan ke Kobe/Osaka (karena tempat pelatihan kami pada minggu pertama adalah di Kobe). Dari saat itu kami kemudian dipandu oleh petugas JICA Jepang. Menggunakan Limousin Bus kami menuju bandara Haneda.

Setelah beberapa saat, kurang lebih 45 menit akhirnya kami tiba di Bandara Haneda.

Dari Bandara Haneda kemudian kami naik pesawat ke Osaka. Setibanya di Bandara Osaka kami dipandu lagi oleh pegawai dari JICA Jepang untuk melanjutkan perjalanan ke hotel atau tempat kami menginap di Kobe. Perjalanan kami dilanjutkan lagi dengan mengendari Limousin Bus lagi.
Berikut adalah beberapa tempat yang sempat aku abadikan melalui kamera handphone ku.

Suasana di Bandara Narita Jepang

Suasana setelah mengambil bagasi di Bandara Haneda

Suasana pengambilan bagasi di Bandara Osaka

Suasana lalu lintas di kota Kobe

Inilah tempat hotel kami menginap yang bernama Sannomiya Terminal Hotel. Hotel ini strategis sekali, terletak di dekat stasiun kereta (mungkin memang sengaja disiapkan oleh JICA demikian agar dapat mempermudah akses ke kantor JICA.


Motor petugas di Jepang (Super Cub series). Heran di Jepang banyak motor klasik bertebaran dan masih mulus serta digunakan sebagai alat trasnportasi sehari-hari. Mulus, terawat dan tertib.