Saturday, 9 February 2013

Pelatihan di JICA Kobe Kansai

Setelah diceritakan sebelumnya tentang perjalanan ku dari Indonesia menuju Jepang, kali ini aku akan menceritakan tentang keseharianku di minggu pertama di Jepang. Aku mengingap di Sannomiya Terminal Hotel. Dan baru aku tahu ternyata desain kamar hotel di Sannomiya Terminal Hotel ini cenderung minimalis. Katanya sih kebanyakan hotel di Jepang memang menyukai desain ini, selain menarik alasan lahan yang mahal dan pajak yang tinggi menjadi pilihan para pengembang hotel untuk menciptakan desain kamar yang minimalis. Bahkan ada lho hotel kapsul. Sebagai gambaran kamar hotel Sannomiya Terminal Hotel, aku berhasil mengabadikan beberapa sudut di kamarku.

tampilan depan yang terdiri dari televisi, meja kerja dan jendela yang menghadap ke stasiun Sannomiya. Program tv di sini semua berbahasa Jepang, bahkan ada lho saluran khusus film porno dilengkapi dengan booklet jadwal acara atau filmnya (dengan membayar biaya tambahan, yang dikenal dengan istilah Pay TV.

tempat tidur dan lorong ke arah pintu dan kamar mandi.

suasana kamar mandi di Sannomiya Terminal Hotel, berisi bathup kecil berbentuk balok, closet dan wastafel.

Demikian simpelnya ruang kamar di hotel tersebut. Tapi meskipun minimalis, desain yang dimunculkan tidak menimbulkan kamar yang sempit, masih terasa sedikit lega apabila dibandingkan dengan hotel di Indonesia dengan ukuran kamar yang sama. Di kamar hotel ini pendingin ruangan justru jarang dihidupkan (tentu saja karena sekarang sedang musim dingin), yang dihidupkan justru adalah pemanas alias heater. 26-28 derajad merupakan suhu yang sangat bersahabat di kamar ini. Pemandangan di depan hotel yang berisi hiruk pikuk orang Jepang yang selalu sibuk dan pemandangan keteraturan dan ketertiban mereka.

Baiklah, sekarang lanjut ke perjalananku dari hotel menuju tempat pelatihan di daerah Kansai. Letak dimana JICA Kansai tempat kami pelatihan. Kami memiliki satu koordinator yaitu Mrs. Yamada. Sosok perempuan yang anggun berusia sekitar 30 tahun an yang pernah melakukan studi di Surakarta, Jawa Tengah dengan spesialisasi karawitan. Dengan sedikit logat Jepang Mrs. Yamada memandu kami baik dalam proses perjalanan sehari-hari maupun dalam proses pelatihan.

Perjalanan menuju JICA Kansai ditempuh dengan mengendarai kereta listrik dengan nama Japan Railways atau JR Trains. Dari hotel kami cukup berjalan kaki saja, karena stasiun Sannomiya berada tepat di bawah hotel kami.

Memang berbeda dengan kondisi KRL di Jakarta, meskipun padat dan sesak orang yang iingin naek kereta, tapi di sini orangnya tertib dan teratur. Tidak ada saling serobot. Kereta pun selalu datang tepat waktu sesuai dengan jadwal yang tertera. Jeda 10 menit kereta yang datang membuat orang tidak terlalu bernafsu untuk menyerobot kereta yang lewat. Dan ternyata operator kereta disini tidak cuma JR Trains saja, masih ada operator-operator KRL yang lain yang bisa memberikan pilihan kepada para calon penumpang untuk memilih kereta yang ada.

Setelah menaiki JR Trains tersebut, kami turun di Stasiun Nada, perjalanan kereta hanya ditempuh kurang dari 5 menit. Sangat cepat dan suasana di dalam kereta juga tidak ada yang berdesak-desakkan. Sistem tiketing disini juga sangat luar biasa teratur. Setelah membeli tiket dari mesin, tiket (yang terbuat dari kertas, yang dari kartu juga ada seperti kartu langganan kereta) kemudian dimasukkan ke dalam mesin di pintu masuk. Ketika diimasukkan seketika pula tiket tersebut sudah tersedia di depan kita (di sisi dalam mesin tersebut). Jadi untuk masuk penumpang memang harus menggunakan tiket tersebut. Tidak seperti di Indonesia dimana tiket akan disortir oleh petugas stasiun. Kemudian penumpang akan mengembalikan tiket tersebut di mesin yang sama pada saat keluar dari stasiun KRL tujuannya.

Setelah sampai di Stasiun Nada, kemudian kami melanjutkan perjalanan menuju JICA Kansai dengan cara berjalan kaki. Cara yang umum dilakukan oleh orang Jepang untuk menempuh atau menuju tempat bekerja. Jarak 2 km bukan merupakan jarak yang jauh untuk ditempuh dengan cara jalan kaki. Suasana udara yang segar dan lalu lintas yang sangat tertib dan tidak padat menjadikan jalan kaki adalah media transportasi yang sangat menyenangkan. Pengguna kendaraan bermotor sangat menghargai para pejalan kaki. Apabila bertemu di jalan raya (bukan trotoar), maka pengendara kendaraan bermotor akan mempersilakan para pejalan kaki untuk melintas terlebih dahulu.


Selain sehat, tentu saja berjalan kaki di negeri sakura ini sangat ekonomis. Bagaimana tidak, jujur saja menurutku bea tranportasi di sini bahkan biaya hidup yang lainnya relatif mahal apabila dibandingkan Indonesia tentu saja. Untuk naik kereta 5 menit saja musti mengeluarkan uang sebesar 120 Yen atau sekitar Rp. 12.000,00. Dan dengar-dengar disini orang juga tidak terlalu berambisi untuk memiliki kendaraan pribadi. Tarif parkir yang mahal, pajak kendaraan yang tinggi menyebabkan orang lebih memilih sarana transportasi umum. Itu pula yang kemudian menjadikan jalanan di Jepang ini sepi dan sedikit jumlah kendaraannya. Dan ada pula yang unik, desain mobil di Jepang cenderung minimalis dan compact, motor-motornya juga lucu-lucu. Banyak motor yang didesain memang untuk satu penumpang saja. Dan motor tua seperti supercub juga banya berkeliaran disini. Sisanya adalah motor matic dengan body bongsor atau motor dengan kapasitas mesin yang besar.

Setelah sekitar 10 sampai 15 menit kami berjalan kaki akhirnya kami tiba di gedung JICA Kansai. Hawa yang dingin memaksa kami untuk segera masuk ke dalam bangunan ini. Sesi foto-foto pun ditunda di kemudian hari saja. Mungkin karena itu adalah hari pertama kami berjalan kaki di Jepang sehingga kulit kami masih dalam masa adaptasi dengan udara di Jepang. Setelah melakukan beberapa prosedur admninistrasi termasuk briefing terkait program yang akan dilaksanakan berserta hak dan kewajiban yang diperoleh maka kami pun memulai pelatihan.



No comments: