Monday, 4 January 2010

Tangis Bawah Pohon Kelapa


Saat itu aku tak datang
Memberi secercah senyum merajam pilu
Aku tak hadir sore itu
Mengelak dari harapan-harapan

Anak-anak bertanya tentangku
Itu katamu
Penuh harapan berlomba menantiku

Dan ternyata
Engkau juga menungguku
Menunggu untuk ditemani karena engkau sendiri
Menunggu untuk anak nakal yang musti diatasi

Riuh ramai anak sore itu
Mungkin semakin mengacaukan pikiranmu
Menjadi harapan palsu menungguku

Berlari engkau meninggalkan mereka
Menghempas segala penat
Mungkin rindu yang terawat

Semua meledak dalam titik air mata
Membasuh pipi seiring tenggelamnya surya
Entah apa yang kamu tangisi dan karena apa engkau menangis
Tapi air mata itu
Adalah air mata Tangis Bawah Pohon Kelapa

Puisi di atas menggambarkan betapa seseorang perempuan yang tengah galau dalam menghadapi situasi yang tidak menyenangkan. Sementara seseorang yang dia harapkan untuk dapat menyelesaikan justru tidak menampakkan diri meski semua telah selesa dengan sendirinya. Kepenatan yang teramat sangat dilepaskan dengan menangis. Menangis di bawah pohon kelapa depan masjid yang pada akhirnya melahirkan sebuah kisah kasih di antara keduanya. Liku-liku perjalanan cinta yang teramat panjang untuk diceritakan. Bahagia dan duka serta pertempuran-pertempuran jiwa yang berkobar seiring perjalanan pengakuan cinta telah menghiasi kisah tersebut. Kini harapan-harapan jiwa penuh asmara terajut rapi dalam genggaman sepasang kekasih tersebut. Meski kadang rajutan tersebut terurai sebentar ujungya dan memberikan kewajiban untuk di rajut kembali. Untuk menggapai mimpi-mimpi yang pernah terangkai indah dalam harapan-harapan asmara.

Thanks To : KKN UGM dengan koordinator Anto (Fakultas Geografi Universitas GAdjah Mada)

No comments: