Saturday, 27 September 2008

De'...Pulang

De’… Pulang

Bulan Ramadhan yang jatuh pada bulan September 2008 ini memberikan kesan tersendiri buatku. Meski ku akui aku banyak sekali mengalami kemunduran bila dibandingkan dengan ramadhan tahun lalu.

De’…pulang. Ku sambut dengan sedikit sandiwara yang telah banyak membuat bungung dan repot dirinya dan teman2nya. Huh, kebiasaanku yang buruk. Menciptakan masalah dengan harapan dapet happy endingnya.

Begini ni sandiwaranya:
Aku ingin dia hanya jadi sahabatku aja. Sahabat dengan perlakuan dan kasih sayang yang sama tatkala aku jadi cowoknya. Dengan 3 alasan yaitu:

Aku gak ingin dia membohongi dirinya sendiri dengan seseorang yang pernah bahkan masih hinggap di hatinya.

Stigma masyarakat terhadap hubungan kami

Faktor agama

Ha..ha…kontan saja ini membuatnya bingung, bagaimana tidak seorang sahabat dengan perlakuan dan kasih sayang yang sama. Aku tahu itu yang bikin kamu bingung kan De’…?
Sandiwaraku sebenarnya ku rencanakan berakhir hingga malam lebaran. Tapi tidak kesampaian cos ku gak tega ngelihat kondisi De’… yang mendapatkan yang tidak diharapkan ketika sangat mengharapkan kepulangannya. Dengan berbagai kesibukan keluarganya yang terpaksa menjadikannya sebagai seorang housekeeper aku gak ingin menambahi dengan sandiwara menyakitkannya (dari sudut pandangnya). Tidur pagimu yang kian hari bikin kamu lebih pucat, lebih kusam dan bikin badanmu berkurang berat badannya.

Maaf ya De’…
Dalam hitungan hari ku akhiri sandiwaraku. Responnya sudah tentu, marah, jengkel, sebah dan sebagainya. Dan aku juga gak habis pikir tiap sandiwaraku tuh ternyata selalu menyeret temen2nya sebagai korban. Dalam sandiwaraku sebelumnya temennya yang bernama Eni menjadi korban bahkan sempat marahan ma aku (menurutku lho)tidak sebentar. Padahal aku juga gak nyangka kalo mpe berurusan ma seseorang almunus salah satu SMA favorit di kabupatenku yang berbadan sedikit tambun (hi..hi…mav ya tapi emang bener khan…).
Nah sementara kali ini sandiwaraku membawa kedua temen karib De’… Wu dan Lel. Menurut De’…sih mereka marah2 gitu, apalagi setelah tahu itu hanya sebuah sandiwara. Hi…hi..hi…mav ya Wu dan Lel…You haven’t know me yet. Hi..hi…hi…
Tapi santai aja, ku dah janji kok ini kali terakhir aku bikin sandiwara. Coz dah dipesenin ma De’…

Buat De’…
Mav ya De’…ku udah iseng (menurutku sih kreatif, hi…hi…hi…) yang nyebahi.
Makasih vitamin C nya, jujur aku terharu banget…saking terharunya sebelum kamu menyuruh aku minum vit C itu rencananya mo tak simpen pe akhir hidupku je…ya jadi temen kedua PIN yang dah pernah kamu berikan padaku. Tapi ya karena kamu berpesen supaya di mam (maem kali ya) ya udah tak maem aja.

Hutang2Q…hi…hi…banyak yah…santai aja De’…aku tahu ko’ janji itu mahal dan aku akan selalu berusaha untuk menepatinya…
Jujur…De’…tambah kurus…
Finally, I Luv U so much….
You’re the better part of me (kayaknya lirik lagu deh…)
Whatever u do I will….(De’…pasti tahu terusannya to…)
Okay, C U hunny…

Monday, 22 September 2008

What do you think???


Tidak Ada Pacaran Islami (Between Myth and Fact) Nopember 9, 2005Posted by fauzan.sa in Tulisan Luar. trackback
Pacaran sebuah kata yang sangat menarik untuk dibicarakan. Sekan tak ada usainya, sepanjang roda dunia ini masih berputar. Pro-kontra mengenainya pun sudah ada sejak pacaran itu sendiri ada, yang menurut saya sudah ada sejak diciptakannya Hawa –ibu bangsa manusia. Adalah hal yang wajar bagi generasi muda untuk selalu ingin tahu tentang segala sesuatu, bahkan akan menjadi aneh bila orang muda tidak ingin banyak tahu. Demikian juga tentang pacaran, generasi muda Islam saat ini pun seringkali menanyakan hal pacaran. Namun kebanyakan yang ditanyakan adalah mengenai fikih pacaran. Intinya kebanyakan mereka bertanya, “Sebenarnya boleh tidak sih, pacaran itu?�? atau, “Ada tidak sih pacaran yang Islami itu?�? dan pertanyaan lain yang senada. Jawaban sang ustadz pun berbeda-beda. Ada yang dengan keras melarang dengan mengatakan “Pacaran itu haram!�? ada juga yang agak “remang-remang�? boleh lah asal tidak kebangetan. Namun saya sangat tertarik dengan jawaban Ustadz Wijayanto mengenai pertanyaan ini. Beliau menjawab pertanyaan itu dengan jenaka dan diplomatis, “Dalam Islam tidak ada larangan maupun anjuran untuk berpacaran. Tidak ada dalil yang mengatakan ‘wala pacaranu inna pacaranu minassyayatiin’ atau ‘fapacaranu, inna pacaranu minattaqwa’ .�? Saya sepakat mengenai hal ini, karena memang pacaran itu sendiri tidak jelas definisinya. Cobalah Anda tanya pada beberapa anak SMP atau SMA dari berbagai komunitas dan kelompok. Pasti akan muncul berbagai definisi berbeda mengenai pacaran. Ada yang bilang pacaran itu jalan bareng sama seseorang yang kita cintai dan mencintai kita. Wah berarti jalan bareng sama bapak ibu juga pacaran dong? Yang lain bilang pacaran itu menyepi, ngobrol berduaan dengan kekasih hati. Nah yang ini malah sering dilakukan sama Pak Ustadz dan santri-santrinya saat sepuluh hari terakhir Ramadhan, alias iktikaf. Ada juga yang bilang pacaran itu ketemu dengan orang yang kita cintai, entah rame, entah sepi, pokoknya ketemu trus ngobrol, bertukar pikiran, atau diskusi. Naah… yang ini malah mirip acaranya anak-anak TSC* saban sore tuh! Sementara yang lain bilang pacaran itu jalan bareng, makan, atau nonton, atau shopping di mall bareng kekasih hati. Yaaa… yang ini sih acaranya anak borju, kelaut aje…. So, karena gak ada definisi jelas tentang pacaran, maka hukum pacaran sendiri jadi gak bisa begitu saja diputuskan. Kata Dr. Yusuf Qardhawi jangan mudah mengharamkan sesuatu, apalagi yang belum jelas definisinya. Nah, sekarang coba kita rumuskan definisi umum pacaran, alias akan adakah benang merah yang dapat kita tarik dari timbunan terigu kebingungan kita. Atau tepatnya, kita mencoba mencari irisan dari semua himpunan definisi yang tadi udah kita cari, yang ternyata jumlahnya banyak dan beda-beda semua. Akan saya coba rumuskan bahwa pacaran itu adalah interaksi antara dua orang manusia berbeda jenis kelamin yang saling mencintai sebelum menikah. Karena dari berbagai definisi tadi yang cukup mewakili untuk disebut sebagai irisan adalah kata interaksi, saling mencintai dan berlainan jenis kelamin, serta belum menikah. Atawa kita sebut aja interaksi pra-marital dengan dasar saling ketertarikan atau saling mencintai. Nah dengan definisi ini akan mudah bagi kita untuk mengetahui hukum pacaran itu, atau adakah pacaran yang Islami itu. karena sekali lagi dalam Islam tidak pernah diatur, atau ada dalil yang melarang “pacaran�?. Yang ada dalam Islam adalah aturan-aturan dalam berinteraksi dengan manusia. Bagaimana kita berinteraksi dengan orang tua, dengan teman, guru, Nabi, semua ada aturannya dalam Islam. Interaksi yang sesuai dengan kaidah Islam berati Islami, sementara yang tidak sesuai adalah tidak Islami. Dengan definisi dasar bahwa pacaran itu adalah interaksi dan saling mencintai, maka pacaran secara dasar hukum adalah netral. Karena interaksi dalam Islam itu adalah netral, akan tergantung bentuknya. Sementara tidak ada larangan bagi umat Islam untuk mencintai lawan jenisnya. Dengan demikian sekali lagi pacaran adalah netral, tergantung bagaimana kita melakukannya. Dengan netralnya pacaran, berarti pula ada pacaran yang Islami dan ada pacaran yang tidak Islami. Lebih lanjut lagi jika kita tinjau dari segi asal kata, pacaran berasal dari kata dasar “pacar�?, yang artinya kurang lebih adalah seseorang –lawan jenis tentunya- yang kita cintai namun belum menikah dengan kita. Maka semakin jelaslah bahwa pacaran itu adalah netral. Karena sekali lagi bahwa mencintai seseorang lawan jenis adalah tidak terlarang dalam Islam. Seperti kisah Umar bin Abu Rabi’ah tentang seorang pemuda Arab yang lagi jatuh cinta, yang dilukiskan dengan begitu indah di dalam buku “Taman Orang-orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu�?, yang terkenal itu. Baca sendiri dah kisahnya, gak kalah romantis sama kisah Romeo dan Juliet yang fiksi itu. Selanjutnya pula berati pernyataan bahwa tidak ada pacaran Islami, atau tidak ada pacaran dalam Islam itu kurang tepat. Atau lebih tepatnya, adalah sepihak pernyataan yang menyatakan tidak ada pacaran Islami itu, karena setelah kita kaji lebih lanjut, ternyata kata pacaran itu sendiri bersifat netral, seperti halnya seni. Seni dalam Islam adalah netral, tergantung bagaimana kita melakukannya, bisa jadi seni itu haram, ketika seni tersebut tidak sesuai kaidah Islam, namun juga sebaliknya. Namun kemudian muncul pandangan baru yang menyatakan tidak boleh mencintai lawan jenis sebelum menikah! Sebuah pernyataan yang agak naif dan sulit untuk dibenarkan. Selain tidak ada dalil naqli-nya, juga sangat lemah dalam logika manusiawi. Sederhana saja, Nabi memerintahkan kita “Wanita-wanita dinikahi karena kecantikannnya, hartanya, nasabnya, dan agamanya….�? dan seterusnya sampai akhir hadits. Dari potongan hadits tadi dapat kita simpulakn bahwa Nabi menyuruh kita untuk memilih wanita –dalam hal ini untuk pria- yang akan kita nikahi. Apa artinya memilih? Memilih artinya mengunakan kecendrungan –rasa- untuk memutuskan pilihan dari beberapa variabel yang ada. Misalnya saja saat Anda ingin membeli mie ayam, dari sekian banyak warung mie ayam, Anda akan memilih warung yang paling Anda sukai (baca: cintai). Adapun mengapa Anda membuat pilihan itu, akan ada banyak variabel yang membuat Anda menentukan pilihan itu. Misalnya saja karena rasanya enak, warungnya bersih, atau karena penjualnya ramah. Nah akumulasi dari variabel yang Anda jadikan ukuran itu disebut rasa, hasrat, atau cinta. Artinya Anda lebih mencintai untuk makan mie ayam di tempat X ketimbang di tempat lain. Demikian juga dalam memilih pasangan hidup, Andapun akan punya banyak variabel yang menjadi ukuran dalam menentukan pilihan Anda. Misalnya saja, Anda memilih yang cantik –ini pun akan sangat subjektif, misalnya saja cantik menurut Anda adalah yang tinngi, semampai, manja dan imut-imut serta ceria-, yang muslimah, yang kaya, atau yang anak Pak Lurah. Nah akumulasi dari kriteria yang Anda jadikan ukuran inilah yang disebut dasar cinta atau sebab cinta. Anda akan lebih mencintai seorang gadis yang cantik, muslimah, kaya, dan anaknya Pak Lurah, ketimbang gadis lain yang tidak sesuai dengan kriteria Anda ini. Artinya apa? Tidak mungkin Anda memilih seorang istri atau suami tanpa mencintainya terlebih dahulu sebelum menikah! Jika tidak, maka Anda akan segera bercerai! Kisah ini sudah ada di zaman Nabi dahulu. Dimana perceraian rumah tangga seorang sahabat terjadi karena memang sang istri tidak mencintai sang suami. Seperti dalam kisah pernikahan Tsabit bin Qais dengan Habibah binti Sahl yang terpaksa harus berakhir karena Habibah tidak mencintai Tsabit. Dan ini diperkenankan Nabi. Artinya Nabi jelas menginginkan suatu rumah tangga itu dibangun atas dasar saling cinta. Nah untuk mencegah perceraian yang cukup tragis seperti ini perlulah sebuah pernkahan itu dibangun atas dasar saling mencintai. Sebenarnya inti dari resistensi kalangan aktivis yang menolak pendapat saya adalah, bahwa mereka menganggap terobsesi pada seseorang akibat cinta mendalam itu adalah sebuah dosa. Mereka menganggap bahwa mencintai seseorang sampe gak bisa tidur, gak doyan makan, adalah sebuah big sin, dosa gedhe. Alasannya, nanti kalao ibadah ntar jadi gak ikhlas, niatnya karena si yang dicintai itu, bukan karena Allah. Ujung-ujungnya ntar bisa syirik. Whii syerem gitu. Padahal kalau mau jujur, sebenarnya bukan cuma cewek or cowok kita yang bisi bikin niat kita jadi gak bener. Ustadz, babe, nyak, engkong, encing, dosen, murabbi, temen, jamaah di masjid, semua bisa bikin kita punya niat jadi gak lurus. Bahkan anak-anak dan preman yang nongkrong di pinggir jalan dan sering godain kita, saat kita brangkat ke masjid bisa bikin kita jadi brubah niat jadi arogan dan pengen dikatain “Tuh yang ahli surga, kerjanya ke mesjid mulu!�?. Sementara di dalam hati tanpa sadar kita bilang “Ntar loe pade jadi kerak nerake, gare-gare kagak pernah jamaah di masjid, mampus loe!�?. Artinya sale besar kalo menjadikan cinta kita pada kekasih kita menjadi satu-satunya penyebab utama melencengnya niat kita. Sementara itu gak pernah ada yang bingung dan ribut melarang kita punya murabbi, dosen, guru, temen, yang juga bisa bikin niat kita melenceng. Padahal kalau mereka membaca sejarah para sahabat, seharusnya mereka tidak mempunyai pendapat seperti itu, banyak juga para sahabat yang truly, madly, deeply, loving a woman. kita simak lagi sejarahnya Abdullah bin Abu Bakar yang begitu love-nya sama Atikah sehinga saat dipaksa bercerai (yang artinya saat itu Atikah bukan apa-apanya Abdullah, tidak ada ikatan pernikahan) oleh ortunya –yang khawatir Si Abdul jadi over loving her and forget Lord- jadi seperti orgil. Suka ndomblong di depan rumah dengan tatapan kosong, ra doyan maem, bikin syair tentang rindu. Toh gak ada yang nuduh Abdullah jadi rada sesat gara-gara itu. Malah akhirnya mereka dirujukkan kembali, artinya babenya Abdul tidak ngelarang cinta mereka. Ini juga menyangkal anggapan mereka yang mengatakan boleh cinta tapi tidak boleh mengekspresikannya sebelum menikah. Buktinya Abdul juga bikin puisi cinta, dan juga ekspresi sedihnya yang jelas menunjukkan kerinduannya pada sang kekasih hati. Dengar juga komentar sang Pintu Kota Ilmu, Ali bin Abi Thalib, saat pernikahan Atikah dengan Umar bin Khattab. Minta ijin sama si suami tuk sekedar nginjen manten perempuan and bilang, “Wahai wanita yang berada di tempat yang tinggi, aku bersumpah tak akan mengalihkan pandanganku darimu agar kulitku menguning…�? what a love?!! Belum puas? Baca kisah Umar bin Abdul Aziz yang terobsesi pada seorang budak yang cantik, walaupun akhirnya dia mengembalikannya pada keluarganya. Baiknya jangan menjadi orang yang ramutu dan mengingkari fitrah dan mengada-adakan dalil yang ngelarang kita mencintai lawan jenis sebelum menikah. Bahkan Utsman bin Affan pun berkata bahwa dirinya adalah seseorang yang amat suka pada wanita. Mencintai bukanlah sebuah dosa. Dosa itu adalah ketika kita, melakukan khalwat, bersentuhan, berkata-kata dengan menggoda, dan zina itu sendiri. Jangan ghuluw dengan membuat batasan-batasan yang tidak pernah disyariatkan oleh Allah dan RasulNya. Cukuplah apa yang Allah dan rasulNya berikan. Ikatan hati sebelum nikah bukanlah sebuah dosa. Dosa adalah perbuatan yang melanggar secara hukum fikih, dan dosa urusan Allah dengan hambanya. Ikatan hati selama dalam koridor syariat tiada berdosa. Namun muncul perdebatan lain. Mencintai lawan jenis akan mengalahkan cinta kita kepada Allah. Saya pikir ini sangat subjektif. Namun dapat kita ukur dengan mudah. Caranya? Mudah saja, ketika Anda mencintai seseorang, apa yang menjadi ukuran Anda untuk mencintainya. Misalnya saja Anda mencintai seorang gadis karena dia seorang gadis muslimah dan berjibab, suka mengaji dan berdakwah, santun akhlaknya. Jelaslah bahwa Anda lebih mencintai Allah ketimbang si gadis. Karena yang menjadi ukuran Anda untuk mencintai si gadis adalah ukuran-ukuran yang telah diberikan Allah. Ketika kemudian si gadis menjadi tidak berjilbab, nakal, dan urakan, maka cinta Anda pada si gadis akan luntur, dan Anda akan bilang pada si gadis, “Kalo Loe kagak berubah, kelaut aje….�? karena si gadis sudah tidak lagi sesuai dengan ukuran-ukuran yang Anda jadikan kriteria untuk mencintainya. Jika Anda memang mencintai si gadis lebih dari Allah maka akan mudah saja. Anda akan menerima si gadis apa adanya. Entah dia ndugal, urakan, pakaian mini, gaul bebas, gak peduli! Yang penting saya cinta dia. Naaah kalau sudah begini barulah cinta ini berbahaya, dan harus segera direvisi. Lain lagi dengan seorang teman saya. Dia mencintai seorang gadis namun karena si gadis ternyata baru memenuhi sebagian dari ukuran-ukuran cintanya, maka dia berkata pada saya “Saya tidak bisa mencintainya karena dia belum sesuai dengan ketentuan Tuhan saya.�? Kemudian saya bilang, “Lo, kenapa tidak Kamu buat dia menjadi sesuai dengan syariat Tuhan, ajarin dia dong! Ajak ngaji. Kan Tuhan tidak akan mengubah keadaan suatu kaum kecuali dia berusaha mengubahnya.�? Dia balas menjawab, “Saya takut saya mengubahnya bukan karena Tuhan saya tetapi karena saya mencintai dia.�? Kedengarannya teman saya ini benar. Namun coba Anda renungkan lagi, sebenarnya dia berbuat itu untuk siapa? Untuk si gadis atau untuk Tuhan? Saya akan dengan mantap bilang “Jika Anda berusaha mengubah dia agar sesuai dengan syariat Tuhan, maka Anda telah berbuat untuk Tuhan!�? mengapa? Karena apa yang Anda lakukan itu agar dia sesuai dengan kehendak Tuhan arinya jelas-jelas Anda lebih mencintai Tuhan ketimbang si gadis. Jika Anda berbuat itu karena si gadis, buat apa repot-repot mengajak ngaji dan sebagainya. Karena Anda kan segera meneriama si gadis apa adanya. Entah dia sesuai atau tidak dengan aturan Tuhan. Nahhh, setelah tulisan yang panjang dan bertele-tele ini, kembali kita ke judul utama. Ada tidak sih pacaran Islami itu? Saya akan berani menjawab ada! Jadi tidak tepat kalau banyak aktivis dakwah secara “madju tak gentar�? mengkampanyekan anti pacaran. Karena memang yang namanya pacaran itu adalah sesuatu yang netral. Lebih tepat kalau aktivis dakwah mengakampanyekan secara progresif tentang aturan berinteraksi di dalam Islam. Sehingga objek dakwah menjadi lebih tahu, apa sih yang boleh dan apa sih yang tidak boleh. Bukannya menambah kebingungan yang berujung sikap menolak dakwah karena apa yang dikampanyekan tidak jelas dasar hukumnya. Gimana? Setuju? Seandainya Anda tidak setuju maka marilah kita dialogkan, mungkin saja saya banyak kekurangan referensi dan kekhilafan logika. Sesungguhnya segala sesuatu itu kembali pada-Nya. Dan hanya Dia lah Yang Maha Benar, pemilik kebenaran sejati. Kita hanya mencoba mengais setetes kebijaksanaan-Nya di tengah samudera Maha Bijak-Nya. Semoga Tuhan mengampuni semua dosa saya, Anda dan saudara kita semua. And semoga saja tulisan saya ini ada manfaatnya… ciao!!! J * (Teladan Science Club, kelompok ilmiah remaja-nya SMU N 1 Yogyakarta yang sering disamperin sama anak-anak PSG) PageSevenGreen™ 2002 (hasil dialog sore hari dg WA)

Saat Pagi

Demi matahari dan cahayanya di pagi hari
QS Asy Syams ayat 1

Matahari tersenyum menyibakkan tiap helai awan yang menutupi segarnya pagi. Yang telah menyelimuti malam dari dinginnya embun yang menetes. Hiruk pikuk manusia pun di mulai. Kepulan asap-asap pun mulai nampak. Desingan suara mesin kendaraan pun tak ayal menjejali telinga. Kabut segar pagi pun diusir secara paksa oleh gas karbon mono oksida dari tiap selongsong knalpot kendaraan.

Dengan berbagai alasan dan ragam manusia bergerak kala pagi. Hitam putih merah biru semua nampak berlalu. Memadatkan setiap jengkal tanah yang sudah terlalu panas bergesekan dengan roda-roda manusia. Dengan nampak wajah segar. Dengan berbagai ragam aroma di jalanan. Mulai dari bau pekatnya bensin, solar, asap knalpot sampai simpang siurnya bau parfum atau sekedar pelembut pakaian. Semua menandakan ini sudah pagi dan saatnya manusia beraksi.

Entah ke sekolah atau untuk bekerja. Ku lihat beberapa orang nampak rapi berseragam coklat PNS. Berjaket rapat. Berhelm gelap dan besar (standard). Beberapa orang mengenakan seragam sekolah. Lengkap dengan pernak-perniknya. Motor bersih, gaul dan rapi atau apa adanya pun ada. Jaket keren, tas masa kini, sepatu yang trendi siap di ajak bergaya bahkan beberapa pernak-pernik di tiap senti tubuh mereka. PIN di tas mereka. Jam di pergelangan mereka seringkali disisipi kilaunya gelang-gelang. Rambut yang dipotong mirip selebriti yang sering tampil di televisi.

Monday, 15 September 2008

Setetes Air

Kala itu sang mentari bersemangat untuk menampakkan diri. Memamerkan keindahan beserta kekuatannya. Runtuhan embun di udara pun diterjangnya. Membentuk sebuah kilauan pelangi yang indah. Merah, biru, kuning, hijau dan beberapa warna lainnya. Meski tak ada lagi kekaguman mendecak dalam batin tiap anak-anak berseragam merah putih karena proses terjadinya pelangi telah dijelaskan oleh sang guru. Bahkan bisa dibikin pelangi buatan.Tapi sungguh, pelangi itu indah.

Kala itu sungai mengalir tak deras tak tenang. Mengalun syahdu di tepi tiap tebing yang membisu. Melepaskan begitu saja tiap tetes debu yang hanyut di dalamnya. Tak segan pula gerombolan sampah yang sengaja dibuang di sungai pun dihempaskannya tanpa ampun. Terdengar riuh indah riak-riak jatuh dari atas pondasi bendungan kecil. Jatuh mendayu mendesah perlahan. Menanti dan menindih ribuan kubik air lainnya. Menyiram dan membasuh tiap centi sisik-sisik ikan yang sedang berenang.

Ku hempaskan kail ku. Plung!!! Bunyi indah nan merdu kala menyentuh permukaan air. Jetuh melayang ke dalam air. Menari kesana kemari seiring nafas gerak sang ikan. Terlewat pun jarang dimakan sang umpan itu. Kadang kambangan ku pun diayunkan ke atas dan ke bawah. Sambil tersenyum menatap tiap umpan yang semakin lama semakin terlepas. Dan akhirnya lepas.

Ku tarik dan ku simpan mata pancingku dalam balutan umpan ku. Seekor cacing menggeliat seolah tak rela. Tiap rongga di tubuhnya di susupi besi nan tajam. Di tusuk di ujung sebagai penyeka. Menggeliat mencoba melepaskan diri namn tak bisa. Tak sempat pun segera dilempar ke dalam air. Memucatlah tubuh sang cacing. Tak sempat melihat ikan yang mana yang akan menikmatinya. Warna apa yang akan terlahir dalam detik-detik akhir hidupnya.

"tidak ada kematian selain kematian di dunia ini. Dan kami sekali-kali tidak akan dibangkitkan” Ad Dukhaan ayat 35.

Wednesday, 10 September 2008

Makanan Di Depan Mulut Pun Dapat Tumpah

Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya. Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata: "Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab: "Makanan itu dari sisi Allah." Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab (QS Ali Imran ayat 37)

Yah, mungkin istilah itu bisa menggambarkan kalo rejeki tuh diatur Allah SWT. Bagaimana tidak makanan yang sudah didepan mulut bisasaja gak masuk ke dalam mulut. Artinya sesuap makanan itu belum menjadi rejeki kita. Bahkan orang yang tak meyangka ketika berdiam diri tak berbuat apa-apa bisa saja tiba-tiba mendapatkan rejeki dari Allah SWT. Hal itu menunjukkan bahwa Allah maha Adil, maha pengasih dan maha penyayang.
Demikian pula terjadi pada diriku kala itu. Saat selembar uang lima puluh ribu belum menjadi rejeki.

Hari Sabtu malam minggu jam 24.00 aku disuruh bawa mobil buat ngejemput tetanggaku di Stasiun Tugu Yogyakarta dari Tegal. Katanya sih sampai Yogya sekitar jam 1 dini hari. Mobil pun ku geber tak begitu kencang, yah sambil menikmati indahnya kota Yogya kala dini hari.
Menunggu selama 20 menitan di sebuah warung dengan ditemani dua cangkir kopi susu. Milikku dan milik temanku. Obrolan ngalor ngidul pun mengisi di antara waktu kami menunggu. Kami pun semakin tak sabar menanti. Apalagi kami pun harus makan sahur. Udah jam 01.30. Belum datang juga. Akhirnya diputuskan untuk mencari makan sahur di luar. Sambil melakukan perjalanan di antero kota gudeg. Jam segitu suasana masih atau sudah rame. Anak2 mahasiswa yang notabenenya berduit, suka nongkrong masih berjejalan atau mulai keluar buat cari makan atau sekedar cari pemandangan doank.

Tak tentu kemana arah mobil ini melaju. Cuma muter2 thok. Di tengah perjalanan pencarian makan, menelponlah kakak temenku. Udah sampai. Akhirnya pun stir ku belokkan menuju tempat yang ditunjuk sebagai tempat dimana kaki kakak temanku berpijak. Di Depan Hotel Mendut.

Sampailah kami disana jam 02.30. Langsung cabut cari makan sahur. Gak tahu mesti kemana. Akhirnya kami putuskan untuk makan di salahs atu restoran fast food yang notabenenya buka selama 24 jam. Di sana kami melihat begitu berjubel nya para kawula anak muda dengan gaya-gaya modern lengkap dengan kendaraan yang mirip dengan kendaraan yang ada dalam game NFS Mostwanted. Handphone yangberkilau. Kilatan-kilatan cahaya putih mereka. Menandakan bahwa mereka jarang terpanggang di bawah terik matahari. PANAS Plus COLA. Menu sahur kami.

Selesai makan jam 03.15. kami pun bergegas pulang. Karena kondisi ku dah capek, akhirnya kakak temenku yang bawa mobilnya. Mobil digeber lumayan kencang. Sampai kadang ketika jalan bergelombang dia harus mengucapkan kata sorry karena mobil seakan diajak berjingkat menuruti jalan.

Sampai rumah jam 04.15. Badan ini rasanya capek banget. Ingin rasanya tetap tinggal di dalam mobil dan langsung menenggelamkan diri dalam empuknya jok tengah mobil itu. Tanpa kuminta seketika juga disodorkanlah uang limapuluhribuan kepadaku. "Terima kasih, harus diterima lho!!!", begitu ucap kakak temanku. Aku bersikeras untuk menolaknya, sampai akhirnya aku berlari ke luar namun ternyata disusul. Dan karena tak terkejar uang itu dilempar kejalan. Dan bilang padaku,"Luweh lho, pokoke tak ndokke kene, ra apik lho nolak rejeki ki". Aku pun bersikeras untuk meninggalkan uang tersebut. Pada pagi hari jam 05.30 kata-kata yang mengharuskan aku menerima uang itu pun menyembul di hpQ. Aku pun bergegas berdiri, bukan untuk mengambil uang itu. Aku hanya membayangkan betapa rejeki itu sudah diatur. Bagaimana tidak, siapa coba yang tidak tahu asal muasal duit tersebut, jalan di pagi hari kemudian menemukan uang limapuluhribuan. Alhamdulillah. Semoga uang tersebut digunakan oleh yang mendapat rjeki sesuai di jalan Allah. Amiin…

Monday, 8 September 2008

Aku Rindu Saat Itu

Aku sendiri nggak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi. Ketidak tahuanku itu sebenarnya justru semakin membuat aku tersiksa. Antara bingung dan apalah semua ini. Sampai bulan Ramadhan kali ini. Aku isi tanpa hal yang berarti. Konsep lebih baik dari hari kemarin pun entah lenyap kemana. Hariku benar-benar hampa.

Lantunan merdu ayat-ayat suci hanya kadang saja terdengar dari mulutku, basuhan air wudhu kala dhuha hanya sesekali saja mengisi pagiku. Tidur malam dan bangun siang menjadi hal yang bisa dikatakan wajar saat ini. Shalat subuh berjamaah pun menjadi sebuah hal yang tidak aku lakukan.

Kini aku terlalu banyak tidur. Lemas. Tak bersemangat.
Aku selalu mengira ini semua terjadi karena rentetan peristiwa yang ada setelah aku resmi menjadi seorang sarjana yang berhasil menjadi pengangguran. Meski sudah beberapa pekerjaan aku cicipi namun aku belum menemukan hal yang nyaman, indah ataupun bahagia dalam berbagai pekerjaan tersebut.

Meski bukan dilihat dari segi materi, segi tingkat kesulitan pekerjaan. Semua normal-normal aja. Entah apa yang sedang terjadi aku tidak tahu.
Hidupku menjadi tidak teratur.
Hasilnya pun badanku tidak terasa sehat. Tidak terasa fit. Inspirasiku untuk menulis pun entah menghilang kemana. Rambutku panjang tak beraturan, bahkan bisa dikatakan awul-awulan, aku biarkan begitu saja. Rangkaian cerita demi cerita De’…Q seolah hanya menjadi penghibur sementara, pelipur segala yang tak kasat mata. Bahkan aku menjadi merasa sangat manja. Sangat berharap pada tiap guyonannya, tiap nasehatnya, tiap tingkahnya, tiap ngeyelnya. Seolah aku seperti lampu minyak tanpa korek api yang akan menyalakannya. Menjadi gelaplah aku. Meski minyak telah terisi, sumbu telah memanjang namun tiada aku menyala.

Game dan game. Mengisi waktu luangku. Sampai terkadang aku benar-benar merasakan bosan akan semua ini. Bingung mo ngapaian.

Akhir-akhir ini aku bergabung menjadi volunteer di sebuah LSM pro perempuan di Yogyakarta. Pekerjaan yang menuntut ku untuk bekerja keras untuk menumbuhkan atau menegakkan hak asasi manusi pro perempuan. Aku bergabung di divisi pengorganisasian komunitas desa.
Meski aku belum tahu kemana sebenarnya alur kehidupanku mengalir. Namun aku biarkan semua ini menyiksaku tanpa rasa keingintahuanku. Rasa pemecahan masalahku.

Aku rindu..
Saat-saat menjelang pendadaran ujjian skripsiku. Aku bisa rutin membaca AL Quran tiap habis subuh dan maghrib. Shalat subuh berjamaah di masjid. Shalat Isya’ berjamaah di masjid. Mandi di dini hari. Lari pagi kala hari minggu. Tidur sore bangun pagi.
Ya, aku rindu saat seperti itu…

Wednesday, 3 September 2008

Isin Aku

Tanggal 3 September ki aku dikongkon ibukku ngijolke duit nang BAnk Indonesia YogYakARta, aku dewe lali nek jadwal ngijolke duit ki dino senin karo kemis. Duite jarene si arep dienggo zakat mal ngono, tapi mbuhlah aku ra ngerti.
NAh, ceritane ki kan aku takon karo petugase (soale aku lali nek penukaran ki ming dino senin karo kemis),"Maaf pak, kalo mo nukarin duit masih buka gak Pak?".
"Oh, penukaran hari senin ma kamis mas, kecuali besok menjelang lebaran tuh senin sampai kamis".
Nah, pas itu khan banyak pintu dari kaca yang berjajar, nah salah satunya yang tepat berada di belakangku tuh belum dibuka. Karena ku rada buru-buru aku langsung aja berbalik arah dan tak dapat dihindari lagi...duerrr...Pintu kaca itu bergetar dan sempat terpental (wuiihhh,,, kuatnya diriku), gak ding wong kacanya tewwbal banget, yang ada malah hidungku sakit dan kepalaku jadinya rada pusing2 gitu.
BAr kuwi jane wis rada ndablek ngono, eh, bapak2e malah podo cekikikan ngeguyu aku, he34x..kaya ra duwe dosa kae aku yo melu ngguyu sok isin2 ngono,
ah, isin tenan aku dina kuwi, tapi yo benlah itung2 go gawe hiburan bapak2 sing podo streess nang kono.
Alhamdulillah...

Bagaimana Bisa

Tatkala engkau meminta
Tanpa bertanya untuk apa
Aku selalu mengabulkannya

Bahkan ketika engkau mengingkariku
Tak tega ku memarahimu
Tak peduli apapun kondisiku
Bagaimana kondisiku
Aku akan berjuang untukmu


Sepintas kata-kata yang terlintas ketika aku melihat orang tua berjuang demi anaknya. Dihimpit kondisi keuangan yang tak terlalu mencukupi. Dengan bersusah payah berjuang mengais rejeki di sulitnya kondisi saat ini. Ribuan demi ribuan dikumpulkan. Tak sampai di sebuah kotak celengan atau buku rekening bank. Semua impas semua amblas tak tersisa. Mengingat kebutuhan yang kian bertubi-tubi. Jumlah anak yang tak hanya dua. Di mana biaya pendidikan semakin melonjak tak terhingga. Di dukung pula dengan daya konsumtif sang anak yang salah satunya menginjak usia remaja.

Bagaimana bisa?seorang anak tega meminta uang kepada orang tua hanya untuk maen, apel, beli pulsa yang tak begitu tahu kemana arah manfaatnya. Mungkin bagi sebuah keluarga yang memiliki alokasi dana berlebih dapat membaginya. Namun bagi seorang pekerja tanpa gaji yang tetap. Kadang pasang sering surut.
Di dukung lagi dengan sang anak yang menjelang remaja terkena sakit yang berhubungan dengan syaraf. Yah, mau tak mau orang tua harus menuruti apa mau sang anak. Karena ketika sang anak meminta tak diberi, maka sang anak akan mengalami depresi atau semacam stres yang berlarut yang menyebabkan kejang-kejang.

Orang tua mana yang tega menyaksikan pemandangan itu. Sang anak sakit gara-gara orang tua tak mampu penuhi inginnya.

Aku menyayangkan sikap sang anak. Dengan kondisinya yang telah diberi batasan oleh Allah SWT justru tidak membuat dia semakin sadar bahwa hidup ini tidaklah lama. Namun bagaimana bisa dia justru memanfaatkan sakitnya untuk meminta sesuatu barang kepada orang tuanya. Mikir gak mikir sang orang tua pun pasti mikir.
Kenapa sang anak tak bisa berpola hidup sederhana?

Dengan Handphone yang memungkinkan untuk browsing internet, foto-foto, dengeriin MP3, sang anak bergaya dengan penyakitnya yang selalu menjadi beban pikiran orang tuanya.

Akhir-akhir ini ada permintaan dari sang anak yang sungguh berat.
Minta sepeda motor.
What!!!bagaimana bisa?bagaimana nanti bila saat berkendara kejang-kejangnya kambuh, terus jatuh dan berakibat yang sangat tidak diinginkan. Siapa yang akan bertanggung jawab.

Lagi-lagi di sini orang tua merasakan repot. Selain bagaimana cara mendapatkan motor tersebut juga bagaimana dampak nantinya bila sang anak punya motor.
Dengan dalih sakitnya tersebut dan menunggu terkabulnya permohonan itu kini sang anak sudah tidak masuk sekolah satu bulanan.
Bagaimana bisa?

Ya kalo dengan dikabulkannya permintaan itu bisa menjadikan dorongan/ motivasi belajar. Tapi pada kenyataannya tidak. Cuma buat bergaya di depan temen, di depan cewek.
Bagaimana bisa?

Memang sih, hidup ini sangatlah beraneka ragam. Tapi sampai kapankah sang orang tua mampu mengcover kebutuhan sang anak kalo terus-terusan seperti ini. Lambat laun genangan air pun pasti akan kering. Yah, umur akan bertambah, tenaga akan berkurang kemampuan mencari rejeki pun pasti kian menurun.

Bagi para pembaca blog ini, aku memohon doanya agar sang anak tersebut kian tersadar. Bahwa dengan apa yang telah atau sedang dideritanya bukan menjadikan alasan untuk memeras atau meminta kepada orang tua. Agar sang anak benar-benar mengerti dan memahami bahwa hidup ini tak lama. Bukan berarti tak lama harus menggeberkan hidup di dunia ini. Namun bagaimana mencari bekal di akherat nanti. Semoga sang anak dapat merubah pola hidupnya menjadi lebih sederhana. Memahami kondisi keluarganya dan bahkan sangat diharapkan agar dia mampu membantu kedua orang tuanya. Amiin…