Monday, 15 September 2008

Setetes Air

Kala itu sang mentari bersemangat untuk menampakkan diri. Memamerkan keindahan beserta kekuatannya. Runtuhan embun di udara pun diterjangnya. Membentuk sebuah kilauan pelangi yang indah. Merah, biru, kuning, hijau dan beberapa warna lainnya. Meski tak ada lagi kekaguman mendecak dalam batin tiap anak-anak berseragam merah putih karena proses terjadinya pelangi telah dijelaskan oleh sang guru. Bahkan bisa dibikin pelangi buatan.Tapi sungguh, pelangi itu indah.

Kala itu sungai mengalir tak deras tak tenang. Mengalun syahdu di tepi tiap tebing yang membisu. Melepaskan begitu saja tiap tetes debu yang hanyut di dalamnya. Tak segan pula gerombolan sampah yang sengaja dibuang di sungai pun dihempaskannya tanpa ampun. Terdengar riuh indah riak-riak jatuh dari atas pondasi bendungan kecil. Jatuh mendayu mendesah perlahan. Menanti dan menindih ribuan kubik air lainnya. Menyiram dan membasuh tiap centi sisik-sisik ikan yang sedang berenang.

Ku hempaskan kail ku. Plung!!! Bunyi indah nan merdu kala menyentuh permukaan air. Jetuh melayang ke dalam air. Menari kesana kemari seiring nafas gerak sang ikan. Terlewat pun jarang dimakan sang umpan itu. Kadang kambangan ku pun diayunkan ke atas dan ke bawah. Sambil tersenyum menatap tiap umpan yang semakin lama semakin terlepas. Dan akhirnya lepas.

Ku tarik dan ku simpan mata pancingku dalam balutan umpan ku. Seekor cacing menggeliat seolah tak rela. Tiap rongga di tubuhnya di susupi besi nan tajam. Di tusuk di ujung sebagai penyeka. Menggeliat mencoba melepaskan diri namn tak bisa. Tak sempat pun segera dilempar ke dalam air. Memucatlah tubuh sang cacing. Tak sempat melihat ikan yang mana yang akan menikmatinya. Warna apa yang akan terlahir dalam detik-detik akhir hidupnya.

"tidak ada kematian selain kematian di dunia ini. Dan kami sekali-kali tidak akan dibangkitkan” Ad Dukhaan ayat 35.

No comments: